Rabu, 16 Oktober 2013

Cerpen Remaja__ Melodi RIndu


                                                          Melodi Rindu
            Musik dapat membuat hatiku tentram, melodinya dapat membuat kesedihanmu berkurang dan iramanya dapat membuat perasaanmu lebih bahagia. Musik seperti sihir yang mampu menghipnotis pendengarnya. Harmoni nada dan irama yang menyatu, diracik dengan perasaan pendengarnya sehingga membuat musik menjadi sesuatu yang amat indah. Lentiknya jarimu saat memainkan nada- nada magis selalu membuatku berdebar saat berada disampingmu. Semuanya menjadi irama dan bait- bait syair yang elok.
            Ryantara, sosok pria yang memiliki jari – jari magis..selalu membuat nada- nada piano berdenting indah. Senyum simpul kala kau memainkan piano tanpa sadar membuat diriku mengangumimu. Beragam syair dan melodi kau mainkan melalui jemari lentikmu.
“Nad... coba sini kamu coba lagu ini ya,” kata Ryan padaku.
“Sini ka... aku coba dulu ya,” kata Nadine.
 Ia memberiku sebuah kertas lengkap dengan nada dan liriknya. Aku pun duduk di sebelah guru les ku yang usianya lebih tua lima tahun dariku itu. Aku suka berada didekatnya, ketika dapat mencium parfumnya yang seperti mint dan dapat mendengar suaranya yang berat. Aku mencoba memainkan lagu “Thousand Years” yang ia berikan untukku. Setiap kesalahan yang kulakukan akan dibenarkan oleh Ryan, sehingga kadang jemari ku dan jemarinya saling bertemu. Mataku dan matanya juga sering bertemu. Aku suka menatapnya, tatapan matanya teduh namun tajam. Hidungnya mancung, dan kulitnya manis. Yang paling memesona adalah tawa renyahnya dan ketenangannya kala memainkan piano.
Kadang ia memandangku kala memainkan pianonya, sehingga aku dapat menatapnya dalam, mencoba menerka- nerka isi hatinya. Ternyata melodi yang selalu kau mainkan membuatku terus mengagumimu. Kini aku terlalu terbiasa menyayangi kamu, berharap kamu selalu disampingku, memainkan syair melodi yang merdu. Tanpa kusadari, 3 tahun sudah aku diajarinya bermain piano...sang waktu selalu terasa cepat bila berada didekatmu.
“Ka... dua minggu lagi aku tampil nih di acara pensi kelas aku,” kataku pada Ryan.
“Kamu mau main lagu apa nih Nad?” tanya Ryan dengan suara beratnya, tangannya masih memainkan piano besar putih milikku.
“Aku sih pilih lagu.. i remember kak....tapi nggak punya nadanya.” “Terserah sih kata guruku mau lagu apa aja, yang penting nggak garing,” tambahku.
“Hmm... kalo kamu nggak sibuk besok minggu kita ke toko buku gimana? nyari lagu yang cocok buat kamu...” tanya Ryan.
Hati Nadine bersorak bahagia, dirinya akan berdua bersama Ryan. Ia tidak dapat menjawab saking bahagianya. Hatinya mengembang. Berbahagia dan gembira.
“Jadi gimana Nad? Lho kok malah bengong- bengong gitu..?” tanyanya sambil memperhatikanku.
“Hmm iya ka... bisa kok bisa,” jawabku.
            Aku mengenakan dress berwarna peach favoritku dan mengenakan parfum terbaik yang kupunya. Bel rumah pun berbunyi. Aku tahu, ia pasti Ryan yang akan pergi bersamaku hari ini. Acara dengan temanku sudah kubatalkan agar dapat pergi dengan Ryan. Aku membuka pintu rumahku dan menatap Ryan yang tengah berdiri. Hari itu Ryan tampak berbeda dari hari biasanya, ia mengenakan jeans berwarna gelap, kaos putih polos, jam tangan nike terbaru serta sepatu adidas yang sangat keren.
“Hey.. Kak Ryan..” kataku sambil menyapanya dengan senyum.
“Ayo Nadine.. udah siap kan?” tanyanya padaku.
“Ayo kak...” kataku. Aku pun berjalan keluar rumah dan disana telah tampak sebuah yaris putih berwarna hitam terparkir di jalanan.
“Itu mobil kakak?” tanyaku sambil menunjuk ke mobil yaris hitam miliknya.
“Iya..ayo masuk,” katanya. Ia membukakan pintu mobil miliknya. Aku pun duduk disampingnya, di perjalanan kami berbincang kecil. Ryantara tidak mengetahui bahwa hatiku berdegup kencang kala aku berada disampingnya, ia tidak mengetahui bahwa aku begitu gugup berada di sampingnya.
Aku menatap sosok wajahnya yang memesona dari samping, hidungnya begitu mancung, alisnya yang tebal membingkai wajah oval manis miliknya. Ia sangat santai namun pasti dikala mengendarai mobilnya, tawa renyahnya dan lelucon kecilnya menghangatkan perjalananku dengannya hari itu.
            Senyum simpulnya selalu bertebaran dalam setiap pembicaraan antara aku dan dirinya. Hal itu membuatku merasa nyaman dan bahagia. Bias- bias rindu yang selalu kurasa setiap detik hingga harinya terbayar sudah hari ini, berada sedekat ini... di dekatnya dan disampingnya.
“Nadine... kamu udah sarapan belum ?” tanya Ryantara padaku.
“Hmm... belum kak Ryan...,” kataku.
“Hmm aku tau tempat sarapan yang enak di daerah sini,” katanya.
Akhirnya aku dan dia tiba di sebuah cafe, ia menggandeng tanganku. Seketika, jantungku berhenti berdetak... dunia seakan berhenti berputar dan rasanya aku tak bisa menumpahkan perasaanku melalui kata- kata. Tangannya dingin dan jemarinya panjang, mungkin karena sering memainkan piano..
“Halo tante... pagi,” kata Ryan pada seorang wanita yang tengah mengamati cafenya.
“Ehh Ryan... jadi ini lho Nadine...wah cantiknya,” kata wanita tersebut sambil menghampiriku dan Ryan. Aku tersenyum simpul padanya.
“Wah Nadine.. Ryan suka cerita banyak tentang kamu lho..” kata tantenya. Aku membisu. Apa aku tidak salah dengar? Ryantara menceritakan tentangku kepada tantenya? Apakah Ryan diam- diam juga menyukaiku? Hatiku rasanya bercampur aduk kala itu juga, antara dilema, gundah, bahagia serta bingung.
“Sstt...tante nih ah suka buka kartu hehe,” kata Ryan.
Aku dan Ryantara pun duduk berhadapan, disana sinar mentari pagi meyeruak masuk melalui jendela besar yang terletak disisi jalan.
“Kamu pasti suka cappuchino ya?” tanya Ryan padaku.
“Wah kak kok tau...” Tanyaku bingung. Apa Ryantara tahu bahwa aku menyukai capucino.
“Tau dong...oh iya kamu mau sarapan apa?” tanya Ryantara.
“Terserah kakak aja deh,” jawabku sambil tersenyum simpul.
Akhirnya cappuchinoku pun datang, ternyata Ryantara pun memesan cappucino yang sama denganku.
“Coba deh kamu hirup aromanya dulu...” katanya. Aku pun menghirup aroma capuccino yang masih pekat, berbalut kehangatan serta perpaduan harum kopi dan susu. Aku merasakan bahwa cappucino hari itu terasa begitu spesial, bukan karena kopinya, tapi karena kehadiran Ryantara yang selalu membuat semuanya terasa lebih indah.
“Capuccino ini harum banget... harum bubuk kopi ketika beradu dengan manisnya gula dan lembutnya susu membuat terasa... harumnya menyenangkan,” kataku.
Aku dan dia pun meneguk kopi kami perlahan- lahan, disela- sela itu kami saling beradu pandang, mata kami saling bertemu dan saling menatap dalam. Sebuah nasi goreng omelete pun tersaji di meja kami, ada juga sebuah pancake tersaji di meja kami.
Setelah itu aku dan dia pun tiba di toko buku terdekat, kami memasuki toko buku yang begitu besar dan lengkap itu. Aku menemukan sebuah buku yang menurutku cukup menarik, namun cukup tinggi. Akupun mencoba meraih buku itu...dan....
“Awas mbak!” kata seseorang yang berdiri tidak jauh dari sampingku.
Aku melihat keatas dan buku- buku tebal pun hampir berjatuhan kepadaku, namun sebelum itu terjadi seseorang menangkap buku tersebut dan menghalangiku tertimpa buku tersebut.
“Hap...awas Nad,” katanya. Aku menatap pria tinggi itu, aku mendongkak dan ternyata pria itu adalah Ryantara. Aku tersenyum, ia pun membalas senyum kecilku. Seorang petugas membantu kami menyimpan buku yang hampir berjatuhan menimpaku.
“Jadi mau buku ini?” tanya Ryantara sambil memegang buku yang kuambil tadi.
“Iya kak...menurut kamu gimana?” tanyaku.
“Well...okay..” kata Ryantara. Akhirnya setelah aku membayar buku tersebut aku dan Ryantara kembali ke mobil, aku kembali ke rumah dan berlatih piano.
“Kalau kamu main piano, kamu harus memainkan perasaanmu dalam setiap nada yang kamu mainkan, sehingga akan membentuk alunan symphoni yang indah...” kata Ryan.
Ryan pun memainkan lagu “Especially For You” dengan jemari lentiknya. Mata Ryan terus menghadap mataku..hingga membuatku menjadi gundah tidak karuan. Pria itu membuatku amat resah namun bahagia. Pria itu telah menebarkan kasih sayang dihatiku, bahkan melalui tatapan Ryantara, pria itu sudah mencuri hati Nadine, semenjak dahulu.
            Hari demi hari berlalu, aku dapat memainkan “Especiallly For You” nyaris tanpa cacat sedikitpun. Namun, sejak beberapa hari yang lalu Ryantara tidak pernah mengajariku lagi bermain piano... kata ayah Ryantara sedang cuti.  Aku selalu merekam dalam otakku apa sajakah hobinya, cara berjalannya, hingga kata- kata yang sempat diutarakannya. Aku merekamnya jelas dalam otak dan hatiku agar aku selalu dapat mengingat kenangan tentangnya.
Kata orang aku tergila- gila pada cinta, memang benar. Tak dapat kutolak rasa cinta yang melandaku, sehingga sering dibuat gundah gulana diriku karenanya. Asmara membuatku selalu memikirkannya, seakan dunia hanya milik aku dan dia. Denting waktu terus memikirkannya, logika seakan pupus ketika rindu dan kasih menguasai jiwaku. Anganku hanya tertuju padamu. Angin sapu- sapu membuat diriku kedinginan, membuatku berangan- angan kau akan berada disini, mendekapku. Penuh kehangatan.
            Hati ini selalu terombang- ambing karena merindukan sosokmu, Ryantara. Diriku tenggelam dalam kenirmalaan sosokmu, yang bukan pangeran ataupun bangsawan. Kamu hanya pria dengan jari magis kala memainkan piano yang selalu membuat jantungku berirama lain, yang selalu membuat hati ini berdegup keras. Sesosok pria yang mampu membuat diriku menyunggingkan senyum seharian.
            Namun kini semuanya telah jelas, mungkin Ryantara hanya menganggapku adik setelah aku menemukan sepucuk surat undangan pernikahan darinya, disana bertuliskan “Ryantara dan Aluna”. Disana tertulis, “untuk adik kesayanganku, Nadine datang ya ke pernikahan kakak....kakak sayaang Nadine <3” ... aku terduduk disamping kasurku, menahan segala kepiluan yang kurasakan. Ryantara, hanya menganggapku adik. Aku terlalu salah selama ini, menganggapnya mencintai diriku juga, namun sudahlah aku tidak pernah menyesal mencintaimu... kedua bola mataku yang mendung tak tertahankan lagi. Air mataku bercucuran menjelajahi kedua pipiku. Ku biarkan air mataku mengalir bebas.




Contoh Cerpen Horror~~~Wanita Malam


Wanita Malam
            Elang masih sibuk mengerjakan segala laporan perusahaannya, berkutat dengan kertas- kertas serta coretan- coretan kertas di meja kerjanya. Elang tidak menyadari bahwa jam telah menunjukkan pukul sepuluh malam. Esok hari Elang harus membereskan segala laporan yang ada dan menyerahkannya kepada bosnya. Akhirnya Elang menyerah juga, Elang memutuskan untuk pulang ke rumah dan beristirahat serta jika masih memungkinkan ia akan mengerjakan laporannya dini hari di rumahnya.
            Hari itu jalan Astana ditutup karena ada sebuah penggalian jalan, akhirnya Elang pun berbalik arah dan mencari jalan lain. Ia pun melewati jalan Angsa, saat itu waktu telah menunjukkan pukul 11 malam. Ketika ia berjalan melewati sebuah halte, terdapat seorang wanita duduk dipinggir halte, tampak sedang menunggu bus.
            Elang mengamati sosok wanita itu, ia mengenakan sebuah gaun panjang berwarna biru tua. Rambutnya lurus sebahu dan membawa beberapa buah buku. Disana wanita itu tersenyum pada Elang, Elang merasa bahwa ia mengenal wanita tersebut. Setelah ia mengamati wanita itu ternyata ia adalah teman sekampus Elang dahulu, Luna Aprilia Mustika. Elang pun menghentikan mobilnya dan tersenyum pada Luna.
“Luna?”
Luna menganggup dan tersenyum, secercah senyum mengambang dari mukanya.
“Bareng yuk?” tanya Elang.
Luna hanya mengganggukkan kepalanya kecil dan kembali tersenyum kepada Elang. Elang pun mengantarkan Luna hingga ke rumahnya, beberapa tahun yang lalu ketika mereka masih kuliah, Elang pernah mengantar Luna pulang. Luna tersenyum pada Elang dan menyalami tangan Elang. Luna begitu harum dan cantik malam itu, hingga semalaman setelah ia mengantar gadis itu pergi ke rumahnya, ia masih memikirkan gadis itu. Senyumannya, binar matanya, bahkan sifat kaku dan diamnya yang hingga kini masih dimilikinya. Hanya ada yang berbeda pada malam itu, parfumya  kini harum melati padahal sebelumnya Luna menyukai bau parfum yang ceria.
            Keesokan harinya, Elang pulang pukul delapan malam dari kantornya, ia sengaja pulang lebih awal agar bisa bertemu Luna. Ia rasa ia mencintai Luna, padahal dulu saat kuliah ia tidak merasakan getaran yang aneh dikala bertemu Luna, namun kini, hanyalah Luna yang ada didalam fikirannya.
            Belum lama ia memasuki jalan Angsa, ia langsung menemukan Luna. Disana, Luna mengenakan gaun berwarna hitam panjang. Ia tampak begitu anggun dan menawan. Akhirnya, Elang pun kembali mengajak Luna pulang bersama. Luna mengajak Elang berjalan sejenak ditaman, disana Luna dan Elang saling tersenyum, tangan keduanya saling bergenggaman, namun entah mengapa hari itu Luna begitu dingin, tidak seperti biasanya, harum melatinya semakin menyengat.
            Luna pun akhirnya kembali diantar pulang oleh Elang ke rumahnya, disana Luna melambaikan tangannya dan memberikan senyuman manis untuk Elang. Malam itu begitu dingin, Elang memberikan jaketnya untuk Luna. Luna mengenakan jaket cokelat Elang tersebut dan kemudian Luna memasuki rumahnya.
            Elang mengawali harinya dengan berbunga- bunga, temannya Kasih bingung melihat perubahan sikap Elang yang tiba- tiba.
“Elang? Kamu lagi jatuh cinta ya?” tanya Kasih pada Elang.
“Hmmm...menurut kamu? Iyadong...” jawab Elang sambil tersenyum, ia terus mengetik laporan dengan semangatnya sambil bersenandung kecil.
“Sama siapa nih Elang jatuh cintanya?” tanya Kasih penasaran pada Elang. Sebelumnya, Elang jarang sekali tampak jatuh cinta atau sebahagia ini.
“Elu tahu kok...temen kampus kita dulu, anak UGM juga...” jawab Elang dengan singkatnya.
“Kamu jatuh cinta sama Ratih ya....anak fakultas MIPA?” tanya Kasih penasaran.
“Bukan... yang diam, kaku, cantik dan anggun...hayo siapa?” tanya Elang membuat Kasih penasaran.
“Jangan bilang Luna.... haha masa iya Luna ada ada aja deh!” jawab Kasih sambil tertawa.
“Lho kok tau sih!” jawab Elang.
“Apa Lang? Lu nggak bercanda kan?” jawab Kasih...raut wajah Kasih menjadi begitu panik.
“Kenapa sih?” jawab Elang.
“Hey.... Elang..Luna itu udah meninggal....” jawab Kasih pelan.
“Apa ? lu jangan bercanda deh...” jawab Elang.
“Serius.....” kata Kasih.
“Udah ah.,,, lu mah ada- ada aja,” kata Elang. Elang kemudian meninggalkan kasih dan memilih makan siang di kantin bersama teman- temannya yang lain. Ia tidak memperhatikan apa yang diucapkan Kasih, yang ia tahu kini Elang dan Luna saling menyayangi.
 Keesokan harinya, Elang berniat mengambil jaket ke rumah Luna sekaligus mengajak Luna berjalan- jalan. Ia pun pergi ke rumah Luna dengan membawa seikat mawar merah. Setelah ia mengetuk pintu keluarlah sosok ibunda Luna, Elang pun langsung mencium tangannya.
“Eh nak Elang...mencari siapa ya?” tanya ibunda Luna.
“Aku nyari Luna tante... dia lagi sibuk nggak hari ini?” tanya Elang pada ibunda Luna.
Ibunda Luna kemudian mengajak Elang ke dalam rumahnya. Disana ibunda Luna memberikan sebuah kotak milik Luna, disana terdapat banyak foto Elang, puisi untuk elang, bahkan surat cinta yang ditulis Luna untuk Elang. Disana juga terdapat sebuah jam tangan yang dibungkus kotak merah nan indah.
“Aduh...Luna romantis banget ya...aku jadi malu nih bu,” kata Elang sambil mengamati foto- foto dirinya. Ia juga membaca curahan hati Luna yang berisi tentang kecintaannya terhadap Elang, namun ia mencintai Elang dalam diam.
“Oh iya... Lunanya mana ya bu?” tanya Elang.
“Nak...luna mengalami kecelakaan tepat setahun yang lalu..dan dia meninggal,” jawab lirih ibunya kepada Elang.
“Ia mengalami kecelakaan di jalan Angsa ketika malam hari,” tambah ibunya dengan lirih.
Elang tidak dapat berkata- kata selama ini....Luna... wanita pada malam itu..
“Nak... Luna ingin sekali memberikan hadiah jam tangan ini untukmu, ibu harap kamu mau ya menerima ini, jika kamu mau ibu akan mengantarkan kamu hingga ke makamnya,” kata ibunya.
“Iya bu...aku menerima hadiah ini. Ayo bu, mari kita ke makam milik Luna.”
Akhirnya, Elang pun tiba di pemakaman milik Luna, disana ada jaket cokelat milikinya, yang ia pakaikan kepada Luna ketika mengantarkan gadis itu pulang. Ia pun segera mengambil jaket itu, setelah itu ia mengaji untuk Luna. Elang pun menaruh mawar merah yang telah ia bawa diatas makam Luna.
            Malam berikutnya, ia melewati jalan Angsa lagi, sosok Luna telah menunggunya, namun kali itu Elang hanya tersenyum pada Luna, meninggalkannya di halte. Ketika ia menatap kaca spion bayangan luna telah karam dimakan malam... bayangan Luna menghilang.
            Ia pun sempat bermimpi didatangi Luna didalam tidurnya.
“Terimakasih Elang untuk segalanya...dan selamat tinggal..”
“Luna.... ?”
“Iya... ? aku selalu menyangimu Elang...”
“Selamat tinggal....”
Dan bayangan Luna menghilang, seperti malam- malam selanjutnya ketika ia mengunjungi jalan Angsa lagi, tak ada lagi sosok Luna, tak ada lagi sosok wanita yang duduk di halte tengah malam....kini ia berada di alam yang lain, yang akan mengantarkannya beristirahat untuk selamanya. Selamat tinggal Luna...Selamat tinggal wanita malam...

Selasa, 24 September 2013

Contoh cerpen bahasa Indonesia singkat


Antara Cinta dan Dusta
“Dia masuk sekolah nggak hari ini?” tanya Naomi pada Janet sambil melirik ke dalam kelas sahabatnya itu, mencari seorang pria berkacamata yang selalu membuat jantungnya berdebar tak karuan dan membuatnya senyum- senyum sendiri.
“Nggak, dia sakit hari ini nggak masuk,” kata Janet pada Naomi sambil merapikan buku- buku paket fisika serta sebuah binder kecil bergambar bendera Inggris yang sedang dipegangnya.  Kedua gadis itu pun berjalan melewati selasar kelas XI kemudian berjalan pulang bersama. Seperti biasa, Naomi selalu bertanya mengenai keadaan Givan, sahabat Janet yang ia taksir semenjak beberapa bulan yang lalu.  Gadis itu melangkahkan kaki melewati halaman sekolah yang dipenuhi siswa siswi berlalu lalang yang baru keluar dari kelasnya.
“Givan sakit apa Net, kok kamu  nggak ngejenguk dia?”
“Oh, nggak tau aku juga tapi temen- temen yang lain pada ngejenguk dia kok. Tadinya aku juga mau ikut tapi besok kan banyak ulangan.”
“Oh gitu. Padahal kan kangen banget nih sama dia.”
“Ya ampun, yang lagi kasmaran. Oh iya kamu mau ikut nggak hari Sabtu depan ke Puncak ada acara outbound gitu.”
“Outbound? Oh kayanya enggak deh tapi ... gimana entar ya.”
“Eh bener nih nggak mau ikut? Ada Givan loh !”
“Ah yang bener? Serius? Ikut ! Ikut! Pasti ikut!”
Naomi menjawab sambil setengah berteriak, ia begitu senang karena akhirnya akan ada acara yang bakal membuatnya dapat melihat Givan dengan jelas. Ia membayangkan akan sangat bahagia dirinya bila ia akan berlibur di Puncak bersama seseorang yang ia sayang. Nama pria itu Aldo Giovani Raditya, biasa dipanggil Givan. Seorang pria yang memiliki tinggi sekitar 165 cm, memiliki kulit yang sawo matang, matanya berbentuk almond dan tatapannya tajam,  kedua alisnya yang tebal membingkai wajah ovalnya membuat dirinya semakin manis. Misterius, sebuah kata yang tepat ditujukan kepadanya. Dingin, pendiam, kaku adalah sifat yang dimilikinya. Tidak masuk dalam golongan anak- anak gaul namun juga bukan kelompok anak yang cupu, biasa- biasa saja. Kacamatanya yang berbingkai hitam membuatnya tampak cerdas.
∞∞∞
Naomi dan Janet melangkahkan kakinya pada hamparan rumput yang indah, angin sepoi- sepoi membuat rerumputan bergoyang dan menambah kesejukan hatinya. Suasana puncak begitu menenangkan hati Naomi, ditambah lagi dengan kehadiran Givan disana membuatnya tambah gembira.  Givan adalah salah seorang panitia dalam acara outbound tersebut sehingga ia tidak ikut bermain dengan peserta tapi menyiapkan segala peralatan yang akan digunakan untuk outbound. 
Panitia wanita membagi kelompok wanita menjadi empat kelompok yang terdiri dari sepuluh orang dalam tiap kelompoknya begitupun dengan kelompok pria. Naomi ditunjuk kak Rei sebagai ketua kelompok karena dianggap paling gagah dan kuat, kelompok Naomi bernama kelompok Pucuk. Naomi melangkahkan kakinya menyusuri jalan- jalan kecil setapak yang cukup curam, sesampainya ia di post ke empat, jantungnya berhenti berdetak.
Ia memandangi sesosok pria berkacamata yang mengenakan baju biru donker serta celana jeans biru yang tengah berdiri sambil tersenyum pada temannya. Ia memandangi sesaat pria itu dan berkata dalam hatinya.
Kamu, tahukah kamu bahwa aku mengagumimu? Bahwa aku selalu menyayangimu? Bahwa aku selalu mendambakanmu? Kamu pula yang telah mencuri hatiku sejak saat kau membuatku jatuh cinta.  Aku hanya mengamatimu dari belakang, melihat punggungmu dari kejauhan.  Namun, semua itu membuatku bahagia karena bahagia itu mudah, dengan melihatmu saja aku sudah bahagia. Memang hanya kamu yang bisa membuat jantungku berhenti berdetak sejenak, membuat waktu pun terhenti. Seakan semuanya hanya milik kamu dan aku. Saat berada didekatmu tahukah kamu bahwa hatiku berdesir, hatiku bergejolak.  Kakiku beku, aku bingung harus melakukan apa dan berkata apa karena semua itu terlalu indah. Senyummu itu membuat diriku merasa begitu bahagia, seperti tanah kering yang dilanda hujan.  Kamu itu begitu indah dimataku dan aku tidak ada memungkiri itu.
Sejenak kak Rei menyenggol tangan Naomi, menyadarkannya kembali dari lamunannya. Naomi dan Janet menatap tempat outbound yang harus dilaluinya, disebuah sungai yang arusnya cukup besar dengan suhu dingin namun masih termasuk sungai yang dangkal. Naomi melangkahkan kakinya menuju sungai itu, gadis itu kemudian terduduk pada batu- batuan besar dan membiarkan air jernih nan dingin menyelimuti kakinya. Naomi begitu merasa damai saat itu dan merasa begitu bahagia. Gadis itu tersenyum pada air sungai yang berlalu lalang di kakinya, memainkannya dengan jemari- jemari lentiknya.
Disisi lain, pria itu menatap ke arah Naomi yang sedang memainkan air sungai itu, sesekali ia mencuri- curi pandang pada gadis itu. Naomi hanya dapat mencintai Givan dalam diam, ya diamlah sekiranya yang dapat dilakukan oleh gadis itu..hanya memandang dari kejauhan. Janet, Hani, Nadhifa, Azka, Selvi menghampiri Naomi. Naomi dan kawan- kawannya pun bermain  permainan memasukkan air ke dalam pipa bocor namun grup Naomi maupun grup lawannya tidak dapat mengeluarkan bola dari pipa bocor tersebut. Janet dan Naomi langsung keluar dari Sungai kemudian berdiri di atas jembatan sungai tersebut, Givan menghampiri Naomi dan Janet.
“Hey Janet... pacar kamu nggak dateng ya?”
“Hah? Enggak Van dia nggak dateng.”
Givan menghampiri Naomi dan Janet namun hanya berkata pada Janet karena dia sebelumnya tidak pernah berkenalan dengan Naomi. Givan pun meninggalkan Naomi dan Janet, detak jantung Naomi berdentum keras hatinya bergelora bak melodi.
“Eh Givan kok aneh banget ya Naomi, biasanya dia kaku diem dan nggak bakal nyapa duluan kecuali disapa,  kok tadi dia nyapa gue duluan ya, aneh banget sih tuh cowok dingin.”
“Emang gitu ya Net? Yaudah lah ....tadi pas dia ngomong senyumnya manis banget.”
“Iya, aneh tuh orang oh iya ayo cepet kita ke post selanjutnya.”
Naomi dan Janet pun pergi ke post selanjutnya dan menghadapi games dan tantangan yang berikutnya, setelah waktu cukup sore  kak Rei memerintahkan kepada para peserta untuk berkumpul di Aula. Selanjutnya mereka mendapatkan tayangan motivasi kemudian pengumuman kelompok terbaik.
“Kelompok wanita terbaik adalah kelompok Aisyah dan kelompok Pucuk!” kata MC.
“Ayo Naomi, kamu maju kamu kan ketua kelompok pucuk,” kata kak Rei pada Naomi. Naomi pun melangkahkan kakinya ke depan dan mendapatkan bingkisan yang cukup besar, ia menatap ke arah Givan yang sedang tersenyum lebar padanya. Binar matanya begitu indah, sinar matanya yang mampu meluluhkan hati Naomi dan membuatnya tak jemu memandang Givan.
Sejak saat itu, Naomi jarang bertemu dengan Givan karena ia yang jarang keluar dari kelasnya. Suatu malam Naomi berdiri pada balkon rumahnya berdiri menatap langit yang dipenuhi oleh bintang malam yang berkilauan.
“Angin tolong sampaikan rinduku padanya, kalau boleh titipkan salamku padanya karena bintang pun tahu aku amat merindunya....keheningan menambah kerinduanku pada seseorang yang hanya dapat kutatap dari kejauhan. ”
Naomi kemudian mengukir nama Givan di langit dengan menggabungkan bintang yang berkilauan. Ia kemudian cepat- cepat memasuki kamarnya, tidur lebih awal agar tidak kesiangan esok hari.
∞∞∞
Keesokan harinya Naomi bangun begitu pagi untuk mempersiapkan penampilannya. Hari ini ia akan tampil pada pembukaan pentas seni di sekolahnya. Ia akan menari pendet bersama seorang temannya yang lain. Setelah kepala sekolah menyelesaikan sambutannya, Naomi dan Bimo pun dipanggil keatas panggung untuk menari. Saat Naomi diatas panggung ia sedikit sedih karena tidak menjumpai Givan dibarisan penonton.
Tak berapa lama akhirnya sosok pria yang dinantinya pun ada dibarisan belakang, Naomi memandanginya, pria itu menambah semangat kedalam dirinya. Naomi pun tidak henti- hentinya tersenyum dan matanya tertuju pada Givan. Setelah ia selesai menari ia menuju ke barisan penonton dan menatap ke arah Givan yang sedang memandanginya. Ya, entah hanya perasaannya atau memang benar Givan memandanginya dan tersenyum padanya.
Binar matamu yang indah membuat hatiku luluh, seperti keju yang meleleh karena panas. Senyum simpulmu membuat jantung ini memompa darah lebih kencang, membuat detak- detak yang tidak menentu. Kamu seperti narkoba membuatku selalu kecanduan, kecanduan menatapmu, menyayangimu dan merindukanmu .
Naomi duduk di barisan penonton menonton penampilan dari siswa kelas X dan kelas XI yang lainnya. Saat penampilan kelas XI Ipa 2, Naomi menatap Givan yang berakting. Ia menatapnya dalam diam dan dari kejauhan. Givan menari lagu “Gentleman-PSY” dan membuat Naomi terkekeh, Givan yang sebenarnya kaku, dingin dan diam menari- nari saat itu. Naomi pun kembali ke kelasnya untuk berganti pakaian, disana ia bertemu dengan sahabatnya Tommy. Sahabatnya itu memberinya kertas.
Me                                         : Cie...... yang tadi joget- joget lucu banget deh
Givan                                    : Thanks ya... oh iya ini siapa?
Me                                         : Adek kelas yang tadi liat kakak J
Givan                                    : Ohh..kelas X apa?
Me                                         : Emm antara X-1 sampe X-9
Givan                                    : Nama kamu siapa?
Me                                         : Rahasia..tapi nama pena aku Kei
Givan                                    :Ohh..sip Kei


 “Apaan ini Tomy?”
“Liat aja....”
“Nomernya Givan.”
“Ah serius lu?”
“Bener.... buat lu tuh.”
“Ah makasih banyak !!!”
Malamnya Naomi pun memegang kertas yang diberikan oleh Tommy di sekolah, ia nervous dan juga bingung apakah harus menghubungi Givan atau tidak. Akhirnya ia pun memberanikan diri untuk memberinya pesan singkat.

Sejak saat itu, Naomi selalu menghubungi Givan dengan mengiriminya SMS. Terkadang Givan lebih dahulu sms Naomi. Dari situ Naomi merasa lebih dekat dengan Givan, ia mengetahui sifatnya yang memang simple, kaku, sopan dan pendiam. Ia pun terlihat cerdas dan memiliki wawasan yang luas. Mereka saling bertukar cerita mengenai hobi satu sama lain, film maupun buku favorit dan Naomi selalu memberinya support. Namun sejak mereka berdua menghadapi UAS mereka saling tidak berkomunikasi, pesan singkat yang dikirim Naomi pada Givan pun terkadang tidak dibalas. Setelah UAS betapa senangnya hati Naomi karena ia sebelahan  dengan  kelas Givan, yang dijulukinya sebagai si absen satu.
Setelah Naomi sekelas dengan Givan, ia lebih dekat dengannya dan perasaannya pun semakin kuat untuk Givan. Mereka  menyukai tipe buku yang sama dan membuat mereka nyambung berbicara satu sama lain. Naomi tidak pernah menyinggung mengenai masalah Kei. Ia selalu mensupport Givan saat  dia sedang malas belajar, mendapatkan nilai jelek saat ulangan ataupun saat Givan mengikuti lomba fotografi di sekolahnya. Givan memang masih misterius namun ia kini lebih terbuka pada Naomi juga lebih sering berbicara, terkadang saat mengobrol dengan Givan, ia masih memandang Givan dalam lamunannya.
“Nam, aku mau cerita tentang seseorang.”
“Siapa?”
“Aku suka sama seseorang  namanya Kei, dia adik kelas kita.”
“Kei?”
“Ya, namanya Kei. Dulu dia sering sms aku dan aku juga tertarik sama dia.”
“Kamu tahu orangnya yang mana?”
“Ya, namanya Keira. Pasti dia itu Kei dan aku udah sms dia.”
Hati Naomi hancur, karena sebenarnya Kei itu adalah dirinya. Naomi bukan Keira, dan Kei itu adalah nama pena Naomi. Naomi memang mempunyai nama pena Kei, Naomi Kei adalah nama penanya karena ia sering menulis novel maupun  cerpen. Hati Naomi luluh lanta dan remuk saat itu juga. Ia menyesal dulu mendekati Givan dan mengaku sebagai adik kelas dan bernama Kei. Akhirnya ia harus menerima kenyataan bahwa Naomi mencintai Keira adik kelasnya yang disangka Givan adalah Kei.
“Kamu sayang dia Givan?”
“Ya, aku sayang Kei.. banyak kesamaan antara aku dan dia dan kita cocok banget.”
Mengapa harus ada dia di antara aku dan kamu? Kamu dengan mudahnya memasuki  relung- relung hatiku yang tadinya dipenuhi kehampaan. Aku selalu bahagia memandangmu, walaupun hanya memandangmu dari jauh. Kamu dengan mudahnya menggembok hatiku ini, hanya untuk kamu bukan orang lain. Kamu telah menghipnotisku menjadikanku selalu merindumu, mendambamu dan mengasihimu.
“Oh Givan, maaf aku ke toilet dulu ya.” Kata Naomi berjalan cepat menuju kamar mandi, disana ia bertemu dengan Janet. Naomi segera memeluk Janet dan  menangis didalam pelukannya.
“Naomi kamu kenapa?”
“Givan ... Net Givan.... dia menyangka Keira adik kelas kita itu Kei, padahal itu gue Net, gue yang ngaku jadi Kei dan sekarang dia suka sama Keira karena dia menyangka bahwa Keira itu Kei ..........”
“Kamu sabar  ya Naomi, aku yakin setiap tetesan air mata kamu yang jatuh karena Givan takkan sia- sia, kamu harus percaya ya.”
“Kenapa aku harus merasakan perasaan ini ya bila akhirnya kisah cinta aku dan Givan tidak berakhir bahagia?”
“Kamu tahu Naomi, dibalik setiap kisah ada alasan tersendiri karena sesuatu yang berharga itu didapatkan dengan perjuangan. Kamu sudah berjuang sejauh ini untuk mendapatkan hatinya Givan,  jadi jangan menyerah. Aku yakin kamu pasti bisa membuatnya merasakan perasaan yang sama dengan apa yang kamu rasakan.”
“Makasih ya Janet,  kamu emang sahabat terbaik aku.”
Naomi melangkahkan kakinya menyusuri kelas XII IPA dan ia memandang ke dalam kelasnya, tampak Givan sedang bermain laptop dan memainkan games kesukaannya. Naomi pun mengambil tasnya dan berjalan di jalanan sekitar sekolahnya. Tiba- tiba sebuah mobil BMW cokelat tua berhenti di sampingnya, ia sudah sangat akrab dengan pria di dalam, Givan.
“Naomi, bareng yuk. Kamu lagi nggak bareng Janet kan?”
“Iya Van, bener nih nggak ngerepotin?”
“Ayo masuk!”
Kamu memang tidak sempurna Van, tapi kamu membuat hidupku menjadi sempurna. Cukup dengan melihatmu tersenyum dapat membuat diriku bahagia, aku pun akan mengorbankan segala perasaanku yang tercurah untukmu demi kebahagiaanmu.
Akhirnya Givan pun mengantar Naomi hingga pertigaan dekat rumahnya, selanjutnya ia menaiki kendaraan umum. Sejak saat itu Naomi menjauhi Givan, ia membiarkan Givan lebih dekat dengan Keira yang disangkanya Kei. Lama kelamaan hati Givan gundah gulana resah dan begitu sedih karena Naomi akhir- akhir ini menjauhinya, karena ia sudah jarang melihat senyumnya. Sejujurnya, ia yakin  Keira adik kelasnya itu bukan Kei yang ia maksud. Entah mengapa ia menemukan sosok Kei dalam diri Naomi. Ia pun tidak tahu mengapa setiap melihat Naomi selalu membayangkan bahwa dirinya itu Kei.
Naomi tidak pernah mau berkata pada Givan bahwa dia adalah Kei karena ia takut Givan akan kecewa jika ia mengetahui bahwa Naomi telah membohongi Givan, Naomi pun sebenarnya sering sms-an dengan Givan namun dengan nomor ponsel yang lain. Nomor ponsel yang digunakannya untuk mengaku sebagai Kei adalah nomor yang dibelinya khusus. Naomi menatap layar ponselnya. Disana ia menemukan pesan bahwa Givan ingin Kei jujur siapakah dirinya karena Givan sudah terlanjur mencintai sosok “Kei” dan ia yakin sosok itu bukan Keira.
 ∞∞
            Hari itu adalah hari Selasa, Givan seperti biasa mengendarai BMW cokelatnya. Ia melihat gadis itu sedang berjalan, menggunakan ransel abu- abu sambil agak tersenyum. Entah mengapa ia kemudian menghentikan mobilnya dan membuka jendela mobilnya, Naomi tersipu melihat Givan.
“Hmmm bareng..?”
“Boleh?”
“Iya..”
Naomi pun masuk ke dalam mobil milik Givan dengan perasaan yang begitu gugup dan canggung. Detak jantung Naomi berdetak keras, dan entah mengapa Givan menjadi salah tingkah. Naomi un melihat ke arah Givan dan ia tersenyum manis pada Givan.  Mereka berdua tidak menyadari bahwa mereka telah sampai di parkiran halaman sekolah . mereka berdua pun turun dari mobil dan berjalan canggung menuju kelas mereka masing- masing.
“Makasih banyak ya Van.. “
“Hmm...iya.. iya Kei...”
“Hah Kei?..”
‘Ehh salah..mm Naomi.”
Mereka pun tersenyum dan memasuki kelas mereka masing- maisng.

Naomi melangkahkan kakinya menuju toko buku terdekat, ia begitu bahagia karena akhirnya novel pertamanya terbit.  Novel yang dibuatnya susah payah selama lima bulan itu akhirnya terbit. Naomi mengirimkan pesan pada Givan dengan nomor yang digunakannya sebagai Kei.
Givan                                    : Kei kamu sebenarnya siapa?
Givan                                    : Please kei,  aku terlanjur sayang kamu. Kamu    bukan Keira aku yakin ..
Givan                                    : Jawab Kei...
Kei                                          : Kamu mau tahu siapa aku?
Givan                                    : Iya ....BANGET!!
Kei                                          : Kamu pergi ke toko buku terdekat
Givan                                    : Oke, aku tiba disana 15 menit lagi
Kei                                          : Oke J
Givan                                    : Aku udah sampe...
Kei                                          : Kamu lihat novel terbaru “Love Is Choice”
Givan                                    : Udah, terus?
Kei                                          : Aku penulis buku itu
Givan                                    :Kamu Naomi...Naomi Kei? Temen sekelas aku? Kamu Naomi.... <3
Kei                                          :Ya J aku di belakang kamu nih
Givan menatap ke belakang kemudian ia menggenggam tangan Naomi, ia berkata “Aku bakal jadi yang pertama beli novel kamu,” ia pun membawa novel Naomi ke cashier dan membayarnya. Givan kemudian membawa Naomi ke tempat parkir dan membawanya ke Taman Bunga yang begitu indah.
Sekarang aku mengerti dibalik setiap kisah ada alasan, di setiap lara ada kebahagiaan. Bahagia ini tak terkira, karena kamu ternyata merasakan perasaan yang sama denganku. Engkau bagaikan bintang yang menebarkan sinarnya di malam- malamku, merengkuh hati- hati yang sepi. Yang kumau hanyalah bersamamu, dalam setiap hembusan nafasku ada kamu. Dalam setiap aliran darah arteri mengalir, ada cinta dariku untukmu. Karena kamu tak pernah tahu betapa bahagianya ku bisa bersamamu. Kamu tak pernah tahu betapa gembiranya aku saat ada kamu. Kamu itu cinta dan cinta itu kamu.” Ucap Givan pada Naomi. 

#Cerita fiksi belaka,,apabila ada kesamaan nama tokoh, tempat, suasana hanyalah kebetulan semata :)