Wanita Malam
Elang masih sibuk mengerjakan segala
laporan perusahaannya, berkutat dengan kertas- kertas serta coretan- coretan
kertas di meja kerjanya. Elang tidak menyadari bahwa jam telah menunjukkan
pukul sepuluh malam. Esok hari Elang harus membereskan segala laporan yang ada
dan menyerahkannya kepada bosnya. Akhirnya Elang menyerah juga, Elang
memutuskan untuk pulang ke rumah dan beristirahat serta jika masih memungkinkan
ia akan mengerjakan laporannya dini hari di rumahnya.
Hari itu jalan Astana ditutup karena
ada sebuah penggalian jalan, akhirnya Elang pun berbalik arah dan mencari jalan
lain. Ia pun melewati jalan Angsa, saat itu waktu telah menunjukkan pukul 11
malam. Ketika ia berjalan melewati sebuah halte, terdapat seorang wanita duduk
dipinggir halte, tampak sedang menunggu bus.
Elang mengamati sosok wanita itu, ia
mengenakan sebuah gaun panjang berwarna biru tua. Rambutnya lurus sebahu dan
membawa beberapa buah buku. Disana wanita itu tersenyum pada Elang, Elang
merasa bahwa ia mengenal wanita tersebut. Setelah ia mengamati wanita itu
ternyata ia adalah teman sekampus Elang dahulu, Luna Aprilia Mustika. Elang pun
menghentikan mobilnya dan tersenyum pada Luna.
“Luna?”
Luna
menganggup dan tersenyum, secercah senyum mengambang dari mukanya.
“Bareng
yuk?” tanya Elang.
Luna hanya
mengganggukkan kepalanya kecil dan kembali tersenyum kepada Elang. Elang pun
mengantarkan Luna hingga ke rumahnya, beberapa tahun yang lalu ketika mereka
masih kuliah, Elang pernah mengantar Luna pulang. Luna tersenyum pada Elang dan
menyalami tangan Elang. Luna begitu harum dan cantik malam itu, hingga
semalaman setelah ia mengantar gadis itu pergi ke rumahnya, ia masih memikirkan
gadis itu. Senyumannya, binar matanya, bahkan sifat kaku dan diamnya yang
hingga kini masih dimilikinya. Hanya ada yang berbeda pada malam itu,
parfumya kini harum melati padahal
sebelumnya Luna menyukai bau parfum yang ceria.
Keesokan harinya, Elang pulang pukul
delapan malam dari kantornya, ia sengaja pulang lebih awal agar bisa bertemu
Luna. Ia rasa ia mencintai Luna, padahal dulu saat kuliah ia tidak merasakan
getaran yang aneh dikala bertemu Luna, namun kini, hanyalah Luna yang ada
didalam fikirannya.
Belum lama ia memasuki jalan Angsa,
ia langsung menemukan Luna. Disana, Luna mengenakan gaun berwarna hitam
panjang. Ia tampak begitu anggun dan menawan. Akhirnya, Elang pun kembali
mengajak Luna pulang bersama. Luna mengajak Elang berjalan sejenak ditaman,
disana Luna dan Elang saling tersenyum, tangan keduanya saling bergenggaman,
namun entah mengapa hari itu Luna begitu dingin, tidak seperti biasanya, harum
melatinya semakin menyengat.
Luna pun akhirnya kembali diantar
pulang oleh Elang ke rumahnya, disana Luna melambaikan tangannya dan memberikan
senyuman manis untuk Elang. Malam itu begitu dingin, Elang memberikan jaketnya
untuk Luna. Luna mengenakan jaket cokelat Elang tersebut dan kemudian Luna
memasuki rumahnya.
Elang mengawali harinya dengan
berbunga- bunga, temannya Kasih bingung melihat perubahan sikap Elang yang
tiba- tiba.
“Elang? Kamu
lagi jatuh cinta ya?” tanya Kasih pada Elang.
“Hmmm...menurut
kamu? Iyadong...” jawab Elang sambil tersenyum, ia terus mengetik laporan
dengan semangatnya sambil bersenandung kecil.
“Sama siapa
nih Elang jatuh cintanya?” tanya Kasih penasaran pada Elang. Sebelumnya, Elang
jarang sekali tampak jatuh cinta atau sebahagia ini.
“Elu tahu
kok...temen kampus kita dulu, anak UGM juga...” jawab Elang dengan singkatnya.
“Kamu jatuh
cinta sama Ratih ya....anak fakultas MIPA?” tanya Kasih penasaran.
“Bukan...
yang diam, kaku, cantik dan anggun...hayo siapa?” tanya Elang membuat Kasih
penasaran.
“Jangan
bilang Luna.... haha masa iya Luna ada ada aja deh!” jawab Kasih sambil
tertawa.
“Lho kok tau
sih!” jawab Elang.
“Apa Lang?
Lu nggak bercanda kan?” jawab Kasih...raut wajah Kasih menjadi begitu panik.
“Kenapa
sih?” jawab Elang.
“Hey....
Elang..Luna itu udah meninggal....” jawab Kasih pelan.
“Apa ? lu
jangan bercanda deh...” jawab Elang.
“Serius.....”
kata Kasih.
“Udah ah.,,,
lu mah ada- ada aja,” kata Elang. Elang kemudian meninggalkan kasih dan memilih
makan siang di kantin bersama teman- temannya yang lain. Ia tidak memperhatikan
apa yang diucapkan Kasih, yang ia tahu kini Elang dan Luna saling menyayangi.
Keesokan harinya, Elang berniat mengambil
jaket ke rumah Luna sekaligus mengajak Luna berjalan- jalan. Ia pun pergi ke
rumah Luna dengan membawa seikat mawar merah. Setelah ia mengetuk pintu
keluarlah sosok ibunda Luna, Elang pun langsung mencium tangannya.
“Eh nak
Elang...mencari siapa ya?” tanya ibunda Luna.
“Aku nyari
Luna tante... dia lagi sibuk nggak hari ini?” tanya Elang pada ibunda Luna.
Ibunda Luna
kemudian mengajak Elang ke dalam rumahnya. Disana ibunda Luna memberikan sebuah
kotak milik Luna, disana terdapat banyak foto Elang, puisi untuk elang, bahkan
surat cinta yang ditulis Luna untuk Elang. Disana juga terdapat sebuah jam
tangan yang dibungkus kotak merah nan indah.
“Aduh...Luna
romantis banget ya...aku jadi malu nih bu,” kata Elang sambil mengamati foto-
foto dirinya. Ia juga membaca curahan hati Luna yang berisi tentang
kecintaannya terhadap Elang, namun ia mencintai Elang dalam diam.
“Oh iya...
Lunanya mana ya bu?” tanya Elang.
“Nak...luna
mengalami kecelakaan tepat setahun yang lalu..dan dia meninggal,” jawab lirih
ibunya kepada Elang.
“Ia
mengalami kecelakaan di jalan Angsa ketika malam hari,” tambah ibunya dengan
lirih.
Elang tidak
dapat berkata- kata selama ini....Luna... wanita pada malam itu..
“Nak... Luna
ingin sekali memberikan hadiah jam tangan ini untukmu, ibu harap kamu mau ya
menerima ini, jika kamu mau ibu akan mengantarkan kamu hingga ke makamnya,”
kata ibunya.
“Iya
bu...aku menerima hadiah ini. Ayo bu, mari kita ke makam milik Luna.”
Akhirnya,
Elang pun tiba di pemakaman milik Luna, disana ada jaket cokelat milikinya,
yang ia pakaikan kepada Luna ketika mengantarkan gadis itu pulang. Ia pun
segera mengambil jaket itu, setelah itu ia mengaji untuk Luna. Elang pun
menaruh mawar merah yang telah ia bawa diatas makam Luna.
Malam berikutnya, ia melewati jalan
Angsa lagi, sosok Luna telah menunggunya, namun kali itu Elang hanya tersenyum
pada Luna, meninggalkannya di halte. Ketika ia menatap kaca spion bayangan luna
telah karam dimakan malam... bayangan Luna menghilang.
Ia pun sempat bermimpi didatangi
Luna didalam tidurnya.
“Terimakasih
Elang untuk segalanya...dan selamat tinggal..”
“Luna.... ?”
“Iya... ?
aku selalu menyangimu Elang...”
“Selamat
tinggal....”
Dan bayangan
Luna menghilang, seperti malam- malam selanjutnya ketika ia mengunjungi jalan
Angsa lagi, tak ada lagi sosok Luna, tak ada lagi sosok wanita yang duduk di
halte tengah malam....kini ia berada di alam yang lain, yang akan
mengantarkannya beristirahat untuk selamanya. Selamat tinggal Luna...Selamat
tinggal wanita malam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar