Rabu, 16 Oktober 2013

Cerpen Remaja__ Melodi RIndu


                                                          Melodi Rindu
            Musik dapat membuat hatiku tentram, melodinya dapat membuat kesedihanmu berkurang dan iramanya dapat membuat perasaanmu lebih bahagia. Musik seperti sihir yang mampu menghipnotis pendengarnya. Harmoni nada dan irama yang menyatu, diracik dengan perasaan pendengarnya sehingga membuat musik menjadi sesuatu yang amat indah. Lentiknya jarimu saat memainkan nada- nada magis selalu membuatku berdebar saat berada disampingmu. Semuanya menjadi irama dan bait- bait syair yang elok.
            Ryantara, sosok pria yang memiliki jari – jari magis..selalu membuat nada- nada piano berdenting indah. Senyum simpul kala kau memainkan piano tanpa sadar membuat diriku mengangumimu. Beragam syair dan melodi kau mainkan melalui jemari lentikmu.
“Nad... coba sini kamu coba lagu ini ya,” kata Ryan padaku.
“Sini ka... aku coba dulu ya,” kata Nadine.
 Ia memberiku sebuah kertas lengkap dengan nada dan liriknya. Aku pun duduk di sebelah guru les ku yang usianya lebih tua lima tahun dariku itu. Aku suka berada didekatnya, ketika dapat mencium parfumnya yang seperti mint dan dapat mendengar suaranya yang berat. Aku mencoba memainkan lagu “Thousand Years” yang ia berikan untukku. Setiap kesalahan yang kulakukan akan dibenarkan oleh Ryan, sehingga kadang jemari ku dan jemarinya saling bertemu. Mataku dan matanya juga sering bertemu. Aku suka menatapnya, tatapan matanya teduh namun tajam. Hidungnya mancung, dan kulitnya manis. Yang paling memesona adalah tawa renyahnya dan ketenangannya kala memainkan piano.
Kadang ia memandangku kala memainkan pianonya, sehingga aku dapat menatapnya dalam, mencoba menerka- nerka isi hatinya. Ternyata melodi yang selalu kau mainkan membuatku terus mengagumimu. Kini aku terlalu terbiasa menyayangi kamu, berharap kamu selalu disampingku, memainkan syair melodi yang merdu. Tanpa kusadari, 3 tahun sudah aku diajarinya bermain piano...sang waktu selalu terasa cepat bila berada didekatmu.
“Ka... dua minggu lagi aku tampil nih di acara pensi kelas aku,” kataku pada Ryan.
“Kamu mau main lagu apa nih Nad?” tanya Ryan dengan suara beratnya, tangannya masih memainkan piano besar putih milikku.
“Aku sih pilih lagu.. i remember kak....tapi nggak punya nadanya.” “Terserah sih kata guruku mau lagu apa aja, yang penting nggak garing,” tambahku.
“Hmm... kalo kamu nggak sibuk besok minggu kita ke toko buku gimana? nyari lagu yang cocok buat kamu...” tanya Ryan.
Hati Nadine bersorak bahagia, dirinya akan berdua bersama Ryan. Ia tidak dapat menjawab saking bahagianya. Hatinya mengembang. Berbahagia dan gembira.
“Jadi gimana Nad? Lho kok malah bengong- bengong gitu..?” tanyanya sambil memperhatikanku.
“Hmm iya ka... bisa kok bisa,” jawabku.
            Aku mengenakan dress berwarna peach favoritku dan mengenakan parfum terbaik yang kupunya. Bel rumah pun berbunyi. Aku tahu, ia pasti Ryan yang akan pergi bersamaku hari ini. Acara dengan temanku sudah kubatalkan agar dapat pergi dengan Ryan. Aku membuka pintu rumahku dan menatap Ryan yang tengah berdiri. Hari itu Ryan tampak berbeda dari hari biasanya, ia mengenakan jeans berwarna gelap, kaos putih polos, jam tangan nike terbaru serta sepatu adidas yang sangat keren.
“Hey.. Kak Ryan..” kataku sambil menyapanya dengan senyum.
“Ayo Nadine.. udah siap kan?” tanyanya padaku.
“Ayo kak...” kataku. Aku pun berjalan keluar rumah dan disana telah tampak sebuah yaris putih berwarna hitam terparkir di jalanan.
“Itu mobil kakak?” tanyaku sambil menunjuk ke mobil yaris hitam miliknya.
“Iya..ayo masuk,” katanya. Ia membukakan pintu mobil miliknya. Aku pun duduk disampingnya, di perjalanan kami berbincang kecil. Ryantara tidak mengetahui bahwa hatiku berdegup kencang kala aku berada disampingnya, ia tidak mengetahui bahwa aku begitu gugup berada di sampingnya.
Aku menatap sosok wajahnya yang memesona dari samping, hidungnya begitu mancung, alisnya yang tebal membingkai wajah oval manis miliknya. Ia sangat santai namun pasti dikala mengendarai mobilnya, tawa renyahnya dan lelucon kecilnya menghangatkan perjalananku dengannya hari itu.
            Senyum simpulnya selalu bertebaran dalam setiap pembicaraan antara aku dan dirinya. Hal itu membuatku merasa nyaman dan bahagia. Bias- bias rindu yang selalu kurasa setiap detik hingga harinya terbayar sudah hari ini, berada sedekat ini... di dekatnya dan disampingnya.
“Nadine... kamu udah sarapan belum ?” tanya Ryantara padaku.
“Hmm... belum kak Ryan...,” kataku.
“Hmm aku tau tempat sarapan yang enak di daerah sini,” katanya.
Akhirnya aku dan dia tiba di sebuah cafe, ia menggandeng tanganku. Seketika, jantungku berhenti berdetak... dunia seakan berhenti berputar dan rasanya aku tak bisa menumpahkan perasaanku melalui kata- kata. Tangannya dingin dan jemarinya panjang, mungkin karena sering memainkan piano..
“Halo tante... pagi,” kata Ryan pada seorang wanita yang tengah mengamati cafenya.
“Ehh Ryan... jadi ini lho Nadine...wah cantiknya,” kata wanita tersebut sambil menghampiriku dan Ryan. Aku tersenyum simpul padanya.
“Wah Nadine.. Ryan suka cerita banyak tentang kamu lho..” kata tantenya. Aku membisu. Apa aku tidak salah dengar? Ryantara menceritakan tentangku kepada tantenya? Apakah Ryan diam- diam juga menyukaiku? Hatiku rasanya bercampur aduk kala itu juga, antara dilema, gundah, bahagia serta bingung.
“Sstt...tante nih ah suka buka kartu hehe,” kata Ryan.
Aku dan Ryantara pun duduk berhadapan, disana sinar mentari pagi meyeruak masuk melalui jendela besar yang terletak disisi jalan.
“Kamu pasti suka cappuchino ya?” tanya Ryan padaku.
“Wah kak kok tau...” Tanyaku bingung. Apa Ryantara tahu bahwa aku menyukai capucino.
“Tau dong...oh iya kamu mau sarapan apa?” tanya Ryantara.
“Terserah kakak aja deh,” jawabku sambil tersenyum simpul.
Akhirnya cappuchinoku pun datang, ternyata Ryantara pun memesan cappucino yang sama denganku.
“Coba deh kamu hirup aromanya dulu...” katanya. Aku pun menghirup aroma capuccino yang masih pekat, berbalut kehangatan serta perpaduan harum kopi dan susu. Aku merasakan bahwa cappucino hari itu terasa begitu spesial, bukan karena kopinya, tapi karena kehadiran Ryantara yang selalu membuat semuanya terasa lebih indah.
“Capuccino ini harum banget... harum bubuk kopi ketika beradu dengan manisnya gula dan lembutnya susu membuat terasa... harumnya menyenangkan,” kataku.
Aku dan dia pun meneguk kopi kami perlahan- lahan, disela- sela itu kami saling beradu pandang, mata kami saling bertemu dan saling menatap dalam. Sebuah nasi goreng omelete pun tersaji di meja kami, ada juga sebuah pancake tersaji di meja kami.
Setelah itu aku dan dia pun tiba di toko buku terdekat, kami memasuki toko buku yang begitu besar dan lengkap itu. Aku menemukan sebuah buku yang menurutku cukup menarik, namun cukup tinggi. Akupun mencoba meraih buku itu...dan....
“Awas mbak!” kata seseorang yang berdiri tidak jauh dari sampingku.
Aku melihat keatas dan buku- buku tebal pun hampir berjatuhan kepadaku, namun sebelum itu terjadi seseorang menangkap buku tersebut dan menghalangiku tertimpa buku tersebut.
“Hap...awas Nad,” katanya. Aku menatap pria tinggi itu, aku mendongkak dan ternyata pria itu adalah Ryantara. Aku tersenyum, ia pun membalas senyum kecilku. Seorang petugas membantu kami menyimpan buku yang hampir berjatuhan menimpaku.
“Jadi mau buku ini?” tanya Ryantara sambil memegang buku yang kuambil tadi.
“Iya kak...menurut kamu gimana?” tanyaku.
“Well...okay..” kata Ryantara. Akhirnya setelah aku membayar buku tersebut aku dan Ryantara kembali ke mobil, aku kembali ke rumah dan berlatih piano.
“Kalau kamu main piano, kamu harus memainkan perasaanmu dalam setiap nada yang kamu mainkan, sehingga akan membentuk alunan symphoni yang indah...” kata Ryan.
Ryan pun memainkan lagu “Especially For You” dengan jemari lentiknya. Mata Ryan terus menghadap mataku..hingga membuatku menjadi gundah tidak karuan. Pria itu membuatku amat resah namun bahagia. Pria itu telah menebarkan kasih sayang dihatiku, bahkan melalui tatapan Ryantara, pria itu sudah mencuri hati Nadine, semenjak dahulu.
            Hari demi hari berlalu, aku dapat memainkan “Especiallly For You” nyaris tanpa cacat sedikitpun. Namun, sejak beberapa hari yang lalu Ryantara tidak pernah mengajariku lagi bermain piano... kata ayah Ryantara sedang cuti.  Aku selalu merekam dalam otakku apa sajakah hobinya, cara berjalannya, hingga kata- kata yang sempat diutarakannya. Aku merekamnya jelas dalam otak dan hatiku agar aku selalu dapat mengingat kenangan tentangnya.
Kata orang aku tergila- gila pada cinta, memang benar. Tak dapat kutolak rasa cinta yang melandaku, sehingga sering dibuat gundah gulana diriku karenanya. Asmara membuatku selalu memikirkannya, seakan dunia hanya milik aku dan dia. Denting waktu terus memikirkannya, logika seakan pupus ketika rindu dan kasih menguasai jiwaku. Anganku hanya tertuju padamu. Angin sapu- sapu membuat diriku kedinginan, membuatku berangan- angan kau akan berada disini, mendekapku. Penuh kehangatan.
            Hati ini selalu terombang- ambing karena merindukan sosokmu, Ryantara. Diriku tenggelam dalam kenirmalaan sosokmu, yang bukan pangeran ataupun bangsawan. Kamu hanya pria dengan jari magis kala memainkan piano yang selalu membuat jantungku berirama lain, yang selalu membuat hati ini berdegup keras. Sesosok pria yang mampu membuat diriku menyunggingkan senyum seharian.
            Namun kini semuanya telah jelas, mungkin Ryantara hanya menganggapku adik setelah aku menemukan sepucuk surat undangan pernikahan darinya, disana bertuliskan “Ryantara dan Aluna”. Disana tertulis, “untuk adik kesayanganku, Nadine datang ya ke pernikahan kakak....kakak sayaang Nadine <3” ... aku terduduk disamping kasurku, menahan segala kepiluan yang kurasakan. Ryantara, hanya menganggapku adik. Aku terlalu salah selama ini, menganggapnya mencintai diriku juga, namun sudahlah aku tidak pernah menyesal mencintaimu... kedua bola mataku yang mendung tak tertahankan lagi. Air mataku bercucuran menjelajahi kedua pipiku. Ku biarkan air mataku mengalir bebas.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar