Antara Cinta dan Dusta
“Dia
masuk sekolah nggak hari ini?” tanya Naomi pada Janet sambil melirik ke dalam
kelas sahabatnya itu, mencari seorang pria berkacamata yang selalu membuat
jantungnya berdebar tak karuan dan membuatnya senyum- senyum sendiri.
“Nggak,
dia sakit hari ini nggak masuk,” kata Janet pada Naomi sambil merapikan buku-
buku paket fisika serta sebuah binder kecil bergambar bendera Inggris yang
sedang dipegangnya. Kedua gadis itu pun
berjalan melewati selasar kelas XI kemudian berjalan pulang bersama. Seperti
biasa, Naomi selalu bertanya mengenai keadaan Givan, sahabat Janet yang ia
taksir semenjak beberapa bulan yang lalu.
Gadis itu melangkahkan kaki melewati halaman sekolah yang dipenuhi siswa
siswi berlalu lalang yang baru keluar dari kelasnya.
“Givan
sakit apa Net, kok kamu nggak ngejenguk
dia?”
“Oh,
nggak tau aku juga tapi temen- temen yang lain pada ngejenguk dia kok. Tadinya
aku juga mau ikut tapi besok kan banyak ulangan.”
“Oh
gitu. Padahal kan kangen banget nih sama dia.”
“Ya
ampun, yang lagi kasmaran. Oh iya kamu mau ikut nggak hari Sabtu depan ke
Puncak ada acara outbound gitu.”
“Outbound?
Oh kayanya enggak deh tapi ... gimana entar ya.”
“Eh
bener nih nggak mau ikut? Ada Givan loh !”
“Ah
yang bener? Serius? Ikut ! Ikut! Pasti ikut!”
Naomi menjawab sambil setengah berteriak, ia begitu
senang karena akhirnya akan ada acara yang bakal membuatnya dapat melihat Givan
dengan jelas. Ia membayangkan akan sangat bahagia dirinya bila ia akan berlibur
di Puncak bersama seseorang yang ia sayang. Nama pria itu Aldo Giovani Raditya,
biasa dipanggil Givan. Seorang pria yang memiliki tinggi sekitar 165 cm,
memiliki kulit yang sawo matang, matanya berbentuk almond dan tatapannya
tajam, kedua alisnya yang tebal membingkai
wajah ovalnya membuat dirinya semakin manis. Misterius, sebuah kata yang tepat
ditujukan kepadanya. Dingin, pendiam, kaku adalah sifat yang dimilikinya. Tidak
masuk dalam golongan anak- anak gaul namun juga bukan kelompok anak yang cupu,
biasa- biasa saja. Kacamatanya yang berbingkai hitam membuatnya tampak cerdas.
∞∞∞
Naomi dan Janet melangkahkan kakinya pada hamparan
rumput yang indah, angin sepoi- sepoi membuat rerumputan bergoyang dan menambah
kesejukan hatinya. Suasana puncak begitu menenangkan hati Naomi, ditambah lagi
dengan kehadiran Givan disana membuatnya tambah gembira. Givan adalah salah seorang panitia dalam
acara outbound tersebut sehingga ia tidak ikut bermain dengan peserta tapi
menyiapkan segala peralatan yang akan digunakan untuk outbound.
Panitia wanita membagi kelompok wanita menjadi empat
kelompok yang terdiri dari sepuluh orang dalam tiap kelompoknya begitupun
dengan kelompok pria. Naomi ditunjuk kak Rei sebagai ketua kelompok karena
dianggap paling gagah dan kuat, kelompok Naomi bernama kelompok Pucuk. Naomi
melangkahkan kakinya menyusuri jalan- jalan kecil setapak yang cukup curam,
sesampainya ia di post ke empat, jantungnya berhenti berdetak.
Ia memandangi sesosok pria berkacamata yang
mengenakan baju biru donker serta celana jeans biru yang tengah berdiri sambil
tersenyum pada temannya. Ia memandangi sesaat pria itu dan berkata dalam
hatinya.
Kamu, tahukah
kamu bahwa aku mengagumimu? Bahwa aku selalu menyayangimu? Bahwa aku selalu
mendambakanmu? Kamu pula yang telah mencuri hatiku sejak saat kau membuatku
jatuh cinta. Aku hanya mengamatimu dari
belakang, melihat punggungmu dari kejauhan. Namun, semua itu membuatku bahagia karena
bahagia itu mudah, dengan melihatmu saja aku sudah bahagia. Memang hanya kamu
yang bisa membuat jantungku berhenti berdetak sejenak, membuat waktu pun
terhenti. Seakan semuanya hanya milik kamu dan aku. Saat berada didekatmu
tahukah kamu bahwa hatiku berdesir, hatiku bergejolak. Kakiku beku, aku bingung harus melakukan apa
dan berkata apa karena semua itu terlalu indah. Senyummu itu membuat diriku
merasa begitu bahagia, seperti tanah kering yang dilanda hujan. Kamu itu begitu indah dimataku dan aku tidak
ada memungkiri itu.
Sejenak kak Rei menyenggol tangan Naomi,
menyadarkannya kembali dari lamunannya. Naomi dan Janet menatap tempat outbound
yang harus dilaluinya, disebuah sungai yang arusnya cukup besar dengan suhu
dingin namun masih termasuk sungai yang dangkal. Naomi melangkahkan kakinya
menuju sungai itu, gadis itu kemudian terduduk pada batu- batuan besar dan membiarkan
air jernih nan dingin menyelimuti kakinya. Naomi begitu merasa damai saat itu
dan merasa begitu bahagia. Gadis itu tersenyum pada air sungai yang berlalu
lalang di kakinya, memainkannya dengan jemari- jemari lentiknya.
Disisi lain, pria itu menatap ke arah Naomi yang
sedang memainkan air sungai itu, sesekali ia mencuri- curi pandang pada gadis
itu. Naomi hanya dapat mencintai Givan dalam diam, ya diamlah sekiranya yang
dapat dilakukan oleh gadis itu..hanya memandang dari kejauhan. Janet, Hani,
Nadhifa, Azka, Selvi menghampiri Naomi. Naomi dan kawan- kawannya pun bermain permainan memasukkan air ke dalam pipa bocor
namun grup Naomi maupun grup lawannya tidak dapat mengeluarkan bola dari pipa
bocor tersebut. Janet dan Naomi langsung keluar dari Sungai kemudian berdiri di
atas jembatan sungai tersebut, Givan menghampiri Naomi dan Janet.
“Hey
Janet... pacar kamu nggak dateng ya?”
“Hah?
Enggak Van dia nggak dateng.”
Givan
menghampiri Naomi dan Janet namun hanya berkata pada Janet karena dia
sebelumnya tidak pernah berkenalan dengan Naomi. Givan pun meninggalkan Naomi
dan Janet, detak jantung Naomi berdentum keras hatinya bergelora bak melodi.
“Eh
Givan kok aneh banget ya Naomi, biasanya dia kaku diem dan nggak bakal nyapa
duluan kecuali disapa, kok tadi dia
nyapa gue duluan ya, aneh banget sih tuh cowok dingin.”
“Emang
gitu ya Net? Yaudah lah ....tadi pas dia ngomong senyumnya manis banget.”
“Iya,
aneh tuh orang oh iya ayo cepet kita ke post selanjutnya.”
Naomi
dan Janet pun pergi ke post selanjutnya dan menghadapi games dan tantangan yang
berikutnya, setelah waktu cukup sore kak
Rei memerintahkan kepada para peserta untuk berkumpul di Aula. Selanjutnya
mereka mendapatkan tayangan motivasi kemudian pengumuman kelompok terbaik.
“Kelompok
wanita terbaik adalah kelompok Aisyah dan kelompok Pucuk!” kata MC.
“Ayo
Naomi, kamu maju kamu kan ketua kelompok pucuk,” kata kak Rei pada Naomi. Naomi
pun melangkahkan kakinya ke depan dan mendapatkan bingkisan yang cukup besar,
ia menatap ke arah Givan yang sedang tersenyum lebar padanya. Binar matanya
begitu indah, sinar matanya yang mampu meluluhkan hati Naomi dan membuatnya tak
jemu memandang Givan.
Sejak
saat itu, Naomi jarang bertemu dengan Givan karena ia yang jarang keluar dari
kelasnya. Suatu malam Naomi berdiri pada balkon rumahnya berdiri menatap langit
yang dipenuhi oleh bintang malam yang berkilauan.
“Angin
tolong sampaikan rinduku padanya, kalau boleh titipkan salamku padanya karena
bintang pun tahu aku amat merindunya....keheningan menambah kerinduanku pada
seseorang yang hanya dapat kutatap dari kejauhan. ”
Naomi
kemudian mengukir nama Givan di langit dengan menggabungkan bintang yang
berkilauan. Ia kemudian cepat- cepat memasuki kamarnya, tidur lebih awal agar
tidak kesiangan esok hari.
∞∞∞
Keesokan harinya Naomi bangun begitu pagi untuk
mempersiapkan penampilannya. Hari ini ia akan tampil pada pembukaan pentas seni
di sekolahnya. Ia akan menari pendet bersama seorang temannya yang lain.
Setelah kepala sekolah menyelesaikan sambutannya, Naomi dan Bimo pun dipanggil
keatas panggung untuk menari. Saat Naomi diatas panggung ia sedikit sedih
karena tidak menjumpai Givan dibarisan penonton.
Tak berapa lama akhirnya sosok pria yang dinantinya
pun ada dibarisan belakang, Naomi memandanginya, pria itu menambah semangat
kedalam dirinya. Naomi pun tidak henti- hentinya tersenyum dan matanya tertuju
pada Givan. Setelah ia selesai menari ia menuju ke barisan penonton dan menatap
ke arah Givan yang sedang memandanginya. Ya, entah hanya perasaannya atau
memang benar Givan memandanginya dan tersenyum padanya.
Binar matamu yang indah membuat
hatiku luluh, seperti keju yang meleleh karena panas. Senyum simpulmu membuat
jantung ini memompa darah lebih kencang, membuat detak- detak yang tidak
menentu. Kamu seperti narkoba membuatku selalu kecanduan, kecanduan menatapmu,
menyayangimu dan merindukanmu .
Naomi duduk di barisan penonton menonton penampilan
dari siswa kelas X dan kelas XI yang lainnya. Saat penampilan kelas XI Ipa 2,
Naomi menatap Givan yang berakting. Ia menatapnya dalam diam dan dari kejauhan.
Givan menari lagu “Gentleman-PSY” dan membuat Naomi terkekeh, Givan yang
sebenarnya kaku, dingin dan diam menari- nari saat itu. Naomi pun kembali ke
kelasnya untuk berganti pakaian, disana ia bertemu dengan sahabatnya Tommy.
Sahabatnya itu memberinya kertas.
Me : Cie...... yang
tadi joget- joget lucu banget deh
Givan :
Thanks ya... oh iya ini siapa?
Me : Adek kelas
yang tadi liat kakak J
Givan :
Ohh..kelas X apa?
Me :
Emm antara X-1 sampe X-9
Givan :
Nama kamu siapa?
Me :
Rahasia..tapi nama pena aku Kei
Givan :Ohh..sip
Kei
“Apaan ini Tomy?”
“Liat
aja....”
“Nomernya
Givan.”
“Ah
serius lu?”
“Bener....
buat lu tuh.”
“Ah
makasih banyak !!!”
Malamnya
Naomi pun memegang kertas yang diberikan oleh Tommy di sekolah, ia nervous dan
juga bingung apakah harus menghubungi Givan atau tidak. Akhirnya ia pun
memberanikan diri untuk memberinya pesan singkat.
Sejak saat itu, Naomi selalu menghubungi Givan
dengan mengiriminya SMS. Terkadang Givan lebih dahulu sms Naomi. Dari situ
Naomi merasa lebih dekat dengan Givan, ia mengetahui sifatnya yang memang
simple, kaku, sopan dan pendiam. Ia pun terlihat cerdas dan memiliki wawasan
yang luas. Mereka saling bertukar cerita mengenai hobi satu sama lain, film
maupun buku favorit dan Naomi selalu memberinya support. Namun sejak mereka
berdua menghadapi UAS mereka saling tidak berkomunikasi, pesan singkat yang
dikirim Naomi pada Givan pun terkadang tidak dibalas. Setelah UAS betapa
senangnya hati Naomi karena ia sebelahan dengan kelas Givan, yang dijulukinya sebagai si absen
satu.
Setelah
Naomi sekelas dengan Givan, ia lebih dekat dengannya dan perasaannya pun semakin
kuat untuk Givan. Mereka menyukai tipe
buku yang sama dan membuat mereka nyambung berbicara satu sama lain. Naomi
tidak pernah menyinggung mengenai masalah Kei. Ia selalu mensupport Givan
saat dia sedang malas belajar,
mendapatkan nilai jelek saat ulangan ataupun saat Givan mengikuti lomba
fotografi di sekolahnya. Givan memang masih misterius namun ia kini lebih
terbuka pada Naomi juga lebih sering berbicara, terkadang saat mengobrol dengan
Givan, ia masih memandang Givan dalam lamunannya.
“Nam,
aku mau cerita tentang seseorang.”
“Siapa?”
“Aku
suka sama seseorang namanya Kei, dia
adik kelas kita.”
“Kei?”
“Ya,
namanya Kei. Dulu dia sering sms aku dan aku juga tertarik sama dia.”
“Kamu
tahu orangnya yang mana?”
“Ya,
namanya Keira. Pasti dia itu Kei dan aku udah sms dia.”
Hati
Naomi hancur, karena sebenarnya Kei itu adalah dirinya. Naomi bukan Keira, dan
Kei itu adalah nama pena Naomi. Naomi memang mempunyai nama pena Kei, Naomi Kei
adalah nama penanya karena ia sering menulis novel maupun cerpen. Hati Naomi luluh lanta dan remuk saat
itu juga. Ia menyesal dulu mendekati Givan dan mengaku sebagai adik kelas dan
bernama Kei. Akhirnya ia harus menerima kenyataan bahwa Naomi mencintai Keira
adik kelasnya yang disangka Givan adalah Kei.
“Kamu
sayang dia Givan?”
“Ya,
aku sayang Kei.. banyak kesamaan antara aku dan dia dan kita cocok banget.”
Mengapa harus ada dia di antara aku
dan kamu? Kamu dengan mudahnya memasuki
relung- relung hatiku yang tadinya dipenuhi kehampaan. Aku selalu
bahagia memandangmu, walaupun hanya memandangmu dari jauh. Kamu dengan mudahnya
menggembok hatiku ini, hanya untuk kamu bukan orang lain. Kamu telah
menghipnotisku menjadikanku selalu merindumu, mendambamu dan mengasihimu.
“Oh Givan, maaf aku ke toilet dulu
ya.” Kata Naomi berjalan cepat menuju kamar mandi, disana
ia bertemu dengan Janet. Naomi segera memeluk Janet dan menangis didalam pelukannya.
“Naomi
kamu kenapa?”
“Givan
... Net Givan.... dia menyangka Keira adik kelas kita itu Kei, padahal itu gue
Net, gue yang ngaku jadi Kei dan sekarang dia suka sama Keira karena dia
menyangka bahwa Keira itu Kei ..........”
“Kamu
sabar ya Naomi, aku yakin setiap tetesan
air mata kamu yang jatuh karena Givan takkan sia- sia, kamu harus percaya ya.”
“Kenapa
aku harus merasakan perasaan ini ya bila akhirnya kisah cinta aku dan Givan
tidak berakhir bahagia?”
“Kamu
tahu Naomi, dibalik setiap kisah ada alasan tersendiri karena sesuatu yang
berharga itu didapatkan dengan perjuangan. Kamu sudah berjuang sejauh ini untuk
mendapatkan hatinya Givan, jadi jangan
menyerah. Aku yakin kamu pasti bisa membuatnya merasakan perasaan yang sama
dengan apa yang kamu rasakan.”
“Makasih
ya Janet, kamu emang sahabat terbaik
aku.”
Naomi
melangkahkan kakinya menyusuri kelas XII IPA dan ia memandang ke dalam
kelasnya, tampak Givan sedang bermain laptop dan memainkan games kesukaannya.
Naomi pun mengambil tasnya dan berjalan di jalanan sekitar sekolahnya. Tiba-
tiba sebuah mobil BMW cokelat tua berhenti di sampingnya, ia sudah sangat akrab
dengan pria di dalam, Givan.
“Naomi,
bareng yuk. Kamu lagi nggak bareng Janet kan?”
“Iya
Van, bener nih nggak ngerepotin?”
“Ayo
masuk!”
Kamu memang tidak sempurna Van,
tapi kamu membuat hidupku menjadi sempurna. Cukup dengan melihatmu tersenyum
dapat membuat diriku bahagia, aku pun akan mengorbankan segala perasaanku yang
tercurah untukmu demi kebahagiaanmu.
Akhirnya Givan pun mengantar Naomi hingga pertigaan
dekat rumahnya, selanjutnya ia menaiki kendaraan umum. Sejak saat itu Naomi
menjauhi Givan, ia membiarkan Givan lebih dekat dengan Keira yang disangkanya
Kei. Lama kelamaan hati Givan gundah gulana resah dan begitu sedih karena Naomi
akhir- akhir ini menjauhinya, karena ia sudah jarang melihat senyumnya.
Sejujurnya, ia yakin Keira adik kelasnya
itu bukan Kei yang ia maksud. Entah mengapa ia menemukan sosok Kei dalam diri
Naomi. Ia pun tidak tahu mengapa setiap melihat Naomi selalu membayangkan bahwa
dirinya itu Kei.
Naomi tidak pernah mau berkata pada Givan bahwa dia
adalah Kei karena ia takut Givan akan kecewa jika ia mengetahui bahwa Naomi
telah membohongi Givan, Naomi pun sebenarnya sering sms-an dengan Givan namun
dengan nomor ponsel yang lain. Nomor ponsel yang digunakannya untuk mengaku
sebagai Kei adalah nomor yang dibelinya khusus. Naomi menatap layar ponselnya.
Disana ia menemukan pesan bahwa Givan ingin Kei jujur siapakah dirinya karena
Givan sudah terlanjur mencintai sosok “Kei” dan ia yakin sosok itu bukan Keira.
∞∞
Hari itu adalah hari Selasa, Givan
seperti biasa mengendarai BMW cokelatnya. Ia melihat gadis itu sedang berjalan,
menggunakan ransel abu- abu sambil agak tersenyum. Entah mengapa ia kemudian
menghentikan mobilnya dan membuka jendela mobilnya, Naomi tersipu melihat
Givan.
“Hmmm bareng..?”
“Boleh?”
“Iya..”
Naomi pun masuk
ke dalam mobil milik Givan dengan perasaan yang begitu gugup dan canggung.
Detak jantung Naomi berdetak keras, dan entah mengapa Givan menjadi salah
tingkah. Naomi un melihat ke arah Givan dan ia tersenyum manis pada Givan. Mereka berdua tidak menyadari bahwa mereka
telah sampai di parkiran halaman sekolah . mereka berdua pun turun dari mobil
dan berjalan canggung menuju kelas mereka masing- masing.
“Makasih banyak
ya Van.. “
“Hmm...iya.. iya
Kei...”
“Hah Kei?..”
‘Ehh salah..mm
Naomi.”
Mereka pun
tersenyum dan memasuki kelas mereka masing- maisng.
Naomi
melangkahkan kakinya menuju toko buku terdekat, ia begitu bahagia karena
akhirnya novel pertamanya terbit. Novel
yang dibuatnya susah payah selama lima bulan itu akhirnya terbit. Naomi
mengirimkan pesan pada Givan dengan nomor yang digunakannya sebagai Kei.
Givan :
Kei kamu sebenarnya siapa?
Givan : Please
kei, aku terlanjur sayang kamu. Kamu bukan Keira aku yakin ..
Givan : Jawab
Kei...
Kei : Kamu
mau tahu siapa aku?
Givan : Iya
....BANGET!!
Kei : Kamu
pergi ke toko buku terdekat
Givan : Oke, aku
tiba disana 15 menit lagi
Kei : Oke J
Givan : Aku udah
sampe...
Kei : Kamu
lihat novel terbaru “Love Is Choice”
Givan : Udah,
terus?
Kei : Aku
penulis buku itu
Givan :Kamu
Naomi...Naomi Kei? Temen sekelas aku? Kamu Naomi.... <3
Kei :Ya J aku di belakang kamu
nih
Givan
menatap ke belakang kemudian ia menggenggam tangan Naomi, ia berkata “Aku bakal
jadi yang pertama beli novel kamu,” ia pun membawa novel Naomi ke cashier dan
membayarnya. Givan kemudian membawa Naomi ke tempat parkir dan membawanya ke
Taman Bunga yang begitu indah.
“Sekarang aku
mengerti dibalik setiap kisah ada alasan, di setiap lara ada kebahagiaan.
Bahagia ini tak terkira, karena kamu ternyata merasakan perasaan yang sama denganku.
Engkau bagaikan bintang yang menebarkan sinarnya di malam- malamku, merengkuh
hati- hati yang sepi. Yang kumau hanyalah bersamamu, dalam setiap hembusan
nafasku ada kamu. Dalam setiap aliran darah arteri mengalir, ada cinta dariku
untukmu. Karena kamu tak pernah tahu betapa bahagianya ku bisa bersamamu. Kamu
tak pernah tahu betapa gembiranya aku saat ada kamu. Kamu itu cinta dan cinta
itu kamu.” Ucap Givan pada Naomi.
#Cerita fiksi belaka,,apabila ada kesamaan nama tokoh, tempat, suasana hanyalah kebetulan semata :)