Di
senja sore ini, renyai hujan membasahi sang bumi. Desah daun karena air hujan
terdengar seperti alunan orkestra yang merdu. Ada sebuah syair rindu dari hati
yang ingin kusampaikan padamu. Tentang melodi rinduku yang bersemanyam dalam
jiwa ini. Nuansa senja ini begitu senyap... lengang.. ibarat hatiku yang amat
hampa.
Entah mengapa pada malam pekat ini aku merindumu.... ditengah gemericik nyanyian hujan yang menjadi riak- riak kecil. Aku sendiri menuliskan lagu rindu untukmu, meski ku takkan menyampaikannya padamu. Rindu yang begitu pekat ini kubungkus dalam sebuah doa untukmu. Dalam diam. Aku hanya dapat mengagumimu dalam diam, ketika aku hanya puas memandangi punggungmu dari belakang. Ya, diam adalah sebuah cara yang aku gunakan untuk menyayangimu. Sejak kamu membuatku merindumu, sejak itulah panah dewa amor telah menghunus hatiku dengan panah asmaranya. Rinduku mengalir dengan derasnya. Amboi, alangkai memesonanya dirimu.
Entah mengapa pada malam pekat ini aku merindumu.... ditengah gemericik nyanyian hujan yang menjadi riak- riak kecil. Aku sendiri menuliskan lagu rindu untukmu, meski ku takkan menyampaikannya padamu. Rindu yang begitu pekat ini kubungkus dalam sebuah doa untukmu. Dalam diam. Aku hanya dapat mengagumimu dalam diam, ketika aku hanya puas memandangi punggungmu dari belakang. Ya, diam adalah sebuah cara yang aku gunakan untuk menyayangimu. Sejak kamu membuatku merindumu, sejak itulah panah dewa amor telah menghunus hatiku dengan panah asmaranya. Rinduku mengalir dengan derasnya. Amboi, alangkai memesonanya dirimu.
Malam-
malam dalam tidurku menjadi sebait puisi indah ketika kau hadir pada mimpi-
mimpiku. Disanalah aku dapat membuat cerita tentang “kita”. Tak ada tutur kata
yang saling terucap dari masing- masing kita ketika bertemu. Jantungku
kubiarkan berdentum kencang tak karuan, menjadi berdebar- debar. Dadaku
beralur-alur. Ada rasa ingin menyunggingkan sebuah senyum manis untukmu, namun
aku terlalu pengecut. Aku hanya diam. Salam rinduku terapung apung pada
dalamnya lautan kasihmu hingga aku tenggelam didalamnya.
Biarlah
silir semilir angin yang mengutarakan bias rinduku padamu. Biarlah bintang
malam yang menyatukan kita. Akan kubiarkan semesta yang mengandarkan renyah
rinduku padamu. Saat ini aku telah bahagia hanya dengan melihatmu tersenyum
simpul. Senandung doa terpanjat untukmu yang masih belum membuka hatinya
untukku. Semoga suatu saat nanti dikau akan membaca elegi rindu dariku yang
belum sempat kusampaikan padamu.
Hari yang
dingin akan selalu menjadi hangat jika aku melihat senyum kecil dari bibirmu. Sifat
dingin yang menyimpan banyak kehangatan darimu membuat banyak dara menjatuhkan
hatinya padamu. Namun diriku akan setia menjadi sosok diriku, yang mencintaimu
dalam diam dan mendoakanmu dalam setiap malam.
Cinta bukan
terletak pada mataku...maka aku tak semestinya selalu memandangmu, meski hanya
selayang pandang. Kasih tak terdapat pada banyaknya sentuhan... sehingga tak
sepantasnya aku menyentuhmu. Tapi rindu, kasih dan cinta yang tulus datangnya
dari hati, sehingga aku akan menjaga keteguhan hati... dan terus mencintaimu. Mencintaimu
dalam diam mungkin akan lebih anggun dan elegan.
Kata orang
aku tergila- gila pada cinta, memang benar. Tak dapat kutolak rasa cinta yang
melandaku, sehingga sering dibuat gundah gulana diriku karenanya. Asmara
membuatku selalu memikirkannya, seakan dunia hanya milik aku dan dia. Denting
waktu terus memikirkannya, logika seakan pupus ketika rindu dan kasih menguasai
jiwaku. Anganku hanya tertuju padamu. Angin sapu- sapu membuat diriku
kedinginan, membuatku berangan- angan kau akan berada disini, mendekapku. Penuh
kehangatan. Melepas elegi rindu dan mengawali kisah tentang kita. Ah,
sudahlah... biarlah elegi rindu ini akan selalu membuatku mengingatmu....
menantikan ara bergetah (mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin terpenuhi).
~~Namira Nur Arfa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar