Kamis, 12 September 2013

LAPORAN PERKECAMBAHAN PADA KACANG MERAH


Laporan Hasil Praktikum
Mengetahui Perkecambahan dan Faktor yang Mempengaruhi Perkecambahan pada Kacang Merah



Disusun oleh:
Arnieda Parameswari
Fitria Dinarsih P.W
Lea Erfi Irvyanti
Muhammad Fathan A
Namira Nur Arfa
Robi Pasti Rahasiana
Yusuf Ghifari


SMA NEGERI 2 BOGOR
Jalan Keranji Ujung 1 Budi Agung, Bogor
 Telp (0251) 8318761 Kode Pos 16165
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1            Latar Belakang
Kacang merah ini memiliki 2 tipe yaitu, Kacang Buncis (Phaseolus vulgaris L.) berasal dari Amerika, sedangkan kacang buncis tipe tegak (kidney bean) atau kacang jogo adalah tanaman asli lembah Tahuacan-Meksiko. Penyebarluasan tanaman buncis dari Amerika ke Eropa dilakukan sejak abad 16. Daerah pusat penyebaran dimulai di Inggris (1594), menyebar ke negara-negara Eropa, Afrika, sampai ke Indonesia.
Warna bijinya merah bertotol – totol merah tua, sesuai dengan namanya. Buahnya (polong ) berwarna kuning, kalau masih muda berwarna hijau dan kadang – kadang berwarna merah. Kalau sudah tua berubah menguning, mengering, dan siap panen. Buahnya yang berbentuk polong memanjang, hanya sedikit lebih panjang bila dibandingkan dengan bucis. Dalam satu polong ada 2 – 3 biji kacang merah. Bentuk kacang merah yang masih utuh sama dengan kacang buncis, baik daun, bunga maupun bentuk polongnya.
Pembudidayaan tanaman buncis di Indonesia telah meluas ke berbagai daerah. Tahun 1961-1967 luas areal penanaman buncis di Indonesia sekitar 3.200 hektar, tahun 1969-1970 seluas 20.000 hektar dan tahun 1991 mencapai 79.254 hektar dengan produksi 168.829 ton. Pada umumnya, kacang merah ditanam pada musim kemarau, karena pada musim penghujan tanaman akan londot. Hal ini di karenakan terlalu banyak air yang di serap. Pada musim kemarau pun penyiraman tanaman juga harus diperhatikan, misalnya penyiraman 2 hari sekali.
Kacang merah memiliki kandungan gizi yang sangat baik, hal ini sangat menguntungkan bagi kesehatan tubuh manusia apalagi jika diolah secara baik dan benar. Kacang merah kering merupakan sumber protein nabati, karbohidrat kompleks, serat, vitamin B, folasin, tiamin, kalsium, fosfor, dan zat besi. Folasin adalah zat gizi esensial yang mampu mengurangi resiko kerusakan pada pembuluh darah.



1.2            Rumusan Masalah
1.                  Bagaimanakah proses perkecambahan ada kacang merah?
2.                  Faktor- faktor apa sajakah yang mempengaruhi perkecambahan kacang merah
3.                  Apakah perbedaan cahaya tempat erkecambahan mempengaruhi proses perkecambahan?
4.                  Apakah tipe perkecambahan kacang merah?


1.3            Tujuan
1.                  Untuk mengetahui proses perkecambahan pada kacang merah
2.                  Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi perkecambahan pada kacang merah
3.                  Untuk mengetahui pengaruh perbedaan tempat perkecambahan terhadap proses perkecambahan
4.                  Untuk mengetahui tipe perkecambahan kacang merah













BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Taksonomi tanaman
Kingdom                     : Plant Kingdom
Divisio                         : Spermatophyta
Sub divisio                  : Angiosspermae
Kelas                           : Dicotyledonae
Sub kelas                     : Calyciflorae
Ordo                            : Rosales (Leguminales)
Famili                          : Leguminosae (Papilionaceae)
Sub famili                    : Papilionoideae
Genus                          : Phaseolus
Spesies                        : Phaseolus vulgaris L.

2.1.1 Definisi Perkecambahan
Ahli fisiologi tumbuhan  menetapkan perkecambahan sebagai kejadian yang dimulai dengan imbibisi dan diakhiri ketika radikula (akar lembaga atau pada beberapa biji, kotiledon/hipokotil) memanjang atau muncul melewati kulit biji (Bewley dan Black, 1982, 1984; Mayer, 1974 dalam Salisbury 1992).
Biji dapat tetap viabel (hidup), tapi tak mampu berkecambah atau tumbuh karena beberapa alasan : kondisi luar atau kondisi dalam. Situasi dalam yang mudah dipahami adalah embrio yang belum mencapai kematangan morfologi untuk mampu berkecambah (misalnya, pada beberapa anggota Orchidaceae, Orobanchaceae, atau genus Ranuncullus). Hanya waktulah yang memungkinkan kematangan ini berkembang. Perkecambahan biji tumbuhan budidaya mungkin hanya terhambat oleh kurangnya kelembapan atau suhu hangat. (Salisbury,1992)
Untuk membedakan kedua keadaan yang berlainan itu, ahli fisiologi benih menggunakan dua istilah : Kuisen, yaitu kondisi biji saat tidak mampu berkecambah hanya karena kondisi luarnya tidak sesuai (misalnya, biji terlalu kering atau terlalu dingin); dan dormansi, yaitu kondisi biji gagal berkecambah karena kondisi dalam, walaupun kondisi luar (suhu, kelembaban dan atmosfer) sudah sesuai (Salisbury, 1992)
Sementara biji berkembang, maka generasi baru,dalam bentuk janin mulai berkembang di dalamnya. Permulaan ini hanya terbatas, karena pertumbuhan embrio segera terhenti. Biji itu kemudian dipisahkan dari tanaman tertua dan mulailah penyebarannya. Pada akhirnya berlangsung perkecambahan, biasanya setelah biji itu matang. Perkecambahan adalah pengulangan kembali tentang pertumbuhan janin, dan akan dilengkapi dengan keluarnya radikula di luar biji.
Menurut Copeland (1976) dalam Abidin (1984) perkecambahan adalah “ the resumpition of active growth of a young plant from the seed “ yang berarti aktivitas pertumbuhan yang sangat singkat suatu embrio dalam perkembangan dari biji menjadi tanaman muda. Perkecambahan dan pemantapan adalah saat-saat genting dalam kehidupan tumbuhan, karena dalam tingkatan inilah selama siklus hidup setiap spesies maka jumlah terbesar individunya mati. Kedalaman suatu biji dibenamkan dalam tanah, baik secara sengaja ataupun secara tidak sengaja merupakan faktor yang sangat penting dalam perkecambahan. Biji yang terdapat di permukaan tanah tidak memiliki cukup persediaan air untuk melengkapi perkecambahannya. Kalau terlalu dalam maka biji urung berkecambah atau mungkin menghabiskan sama sekali persediaan makanan untuk menembus tanah dan mendapatkan cahaya.(Tjitrosomo, dkk, 1983).

2.1.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Perkecambahan
a. Faktor Dalam (Faktor Internal)
Faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain :
-          Tingkat kemasakan benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas yang tinggi karena belum memiliki cadangan makanan yang cukup serta pembentukan embrio belum sempurna (Sutopo, 2002).
Pada umumnya sewaktu kadar air biji menurun dengan cepat sekitar 20 persen, maka benih tersebut juga telah mencapai masak fisiologos atau masak fungsional dan pada saat itu benih mencapat berat kering maksimum, daya tumbuh maksimum (vigor) dan daya kecambah maksimum (viabilitas) atau dengan kata lain benih mempunyai mutu tertinggi (Kamil, 1979).
-          Ukuran benih
Benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kecil pada jenis yang sama. Cadangan makanan yang terkandung dalam jaringan penyimpan digunakan sebagai sumber energi bagi embrio pada saat perkecambahan (Sutopo, 2002). Berat benih berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi karena berat benih menentukan besarnya kecambah pada saat permulaan dan berat tanaman pada saat dipanen (Blackman, dalam Sutopo, 2002).
-          Dormansi
Benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan atau juga dapat dikatakan dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viabel) namun gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai (Lambers 1992, Schmidt 2002).

-          Hormon
Tidak semua hormon tumbuhan (fitohormon) bersifat mendukung proses perkecambahan. Ada beberapa fitohormon yang menghambat proses perkecambahan.


Fitohormon yang berfungsi yang merangsang perkecambahan:
Auksin
Mematahkan dormansi biji dan akan merangsang proses perkecambahan biji. Memacu proses terbentuknya akar.
Giberelin
Berperan dalam mobilisasi bahan makanan selama proses perkecambahan. Pertumbuhan embrio selama perkecambahan bergantung pada persiapan bahan makanan yang berada di dalam endosperma. Untuk keperluan kelangsungan hidup embrio maka terjadilah penguraian secara enzimatik yaitu terjadi perubahan pati menjadi gula yang selanjutnya ditranslokasikan ke embrio sebagai sumber energy sebagai pertumbuhannya. Peran giberelin diketahui mampu
meningkatkan aktivitas enzim amylase.
Sitokinin
Berinteraksi dengan giberelin dan auksin untuk mematahkan dormansi biji. Selain itu, sitokinin juga mampu memicu pembelahan sel dan pembentukan organ.
Fitohormon yang berfungsi sebagai penghambat perkecambahan antara lain:
Etilen
Berperan menghambat transportasi auksin secara basipetal dan lateral. Adanya etilen dapat menyebabkan rendahnya konsentrasi auksin dalam jaringan.
Asam Absisat
Bersifat menghambat perkecambahan dengan menstimulasi dormansi biji. Selain itu, asam absisat akan menghambat proses pertumbuhan tunas.
Penghambat perkecambahan
Menurut Kuswanto (1996), penghambat perkecambahan benih dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.
b. Faktor Luar
Faktor luar utama yang mempengaruhi perkecambahan diantaranya:
Air
Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya, sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu (Sutopo,2002). Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap masuk ke dalam benih hingga 80 sampai 90 persen (Darjadi,1972) dan umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 sampai 55 persen (Kamil, 1979). Benih mempunyai kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia. Pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena cendawan atau bakteri (Sutopo, 2002).

Menurut Kamil (1979), kira-kira 70 persen berat protoplasma sel hidup terdiri dari air dan fungsi air antara lain:
1. Untuk melembabkan atau melunakkan kulit biji sehingga menjadi pecah atau robek agar terjadi pengembangan embrio dan endosperm.
2. Untuk memberikan fasilitas masuknya oksigen kedalam biji melalui dinding sel yang diimbibisi oleh air sehingga gas dapat masuk ke dalam sel secara difusi.
3. Untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan sejumlah proses fisiologis dalam embrio seperti pencernaan, pernapasan, asimilasi dan pertumbuhan. Proses-proses tersebut tidak akan berjalan secara normal, apabila protoplasma tidak mengandung air yang cukup.
4. Sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke titik tumbuh, dimana akan terbentuk protoplasma baru.
Suhu
Suhu merupakan syarat penting kedua bagi perkecambahan biji. Tetapi ini tidak bersifat mutlak sama seperti kebutuhan terhadap air untuk perkecambahan, dimana biji membutuhkan suatu level “hydration minimum” yang bersifat khusus untuk perkecambahan. Dalam proses perkecambahan dikenal adanya tiga titik suhu kritis yang berbeda yang akan dialami oleh benih.
Ketiga titik suhu kritis tersebut dikenal dengan istilah suhu cardinal yang terdiri atas:
Suhu minimum
Suhu terkecil dimana proses perkecambahan biji tidak akan terjadi selama periode waktu perkecambahan. Bagi kebanyakan biji tanaman, kisaran suhu minimumnya antara 0-50C. Jika biji berada di tempat yang bersuhu rendah seperti itu, maka kemungkinan besar biji akan gagal berkecambah atau tetap tumbuh namun dalam keadaan yang abnormal.
Suhu optimum
Suhu dimana kecepatan dan persentase biji yang berkecambah berada pada posisi tertinggi selama proses perkecambahan berlangsung. Suhu ini merupakan suhu yang menguntungkan bagi berlangsungnya perkecambahan biji. Suhu optimum berkisar antara 26,5-350C.




Suhu maksimum
Suhu tertinggi dimana perkecambahan masih mungkin untuk berlangsung secara normal. Suhu maksimum umumnya berkisar antara 30-400C. Suhu di atas maksimum biasanya mematikan biji karena keadaan tersebut menyebabkan mesin metabolism biji menjadi nonaktif sehingga biji menjadi busuk dan mati.

Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sd 35°C (Sutopo, 2002). Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh giberellin.
Oksigen
Faktor oksigen berkaitan dengan proses respirasi. Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih (Sutopo, 2002). Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikro-organisme yang terdapat dalam benih (Kuswanto. 1996). Menurut Kamil (1979) umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang mengandung 29% oksigen dan 0.03% CO2. Namun untuk benih yang dorman, perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk ke dalam benih ditingkatkan sampai 80%, karena biasanya oksigen yang masuk ke embrio kurang dari 3%.
Cahaya
Pengaruh cahaya akan berkaitan langsung dengan lama penyinaran harian matahari (fotoperiodisitas). Hubungan antara pengaruh cahaya dan perkecambahan biji dikontrol suatu system pigmen yang dikenal sebagai fitokrom, yang tersusun dari chromophore dan protein. Chromophore adalah bagian yang peka terhadap cahaya. Fitokrom memiliki dua bentuk yang sifatnya reversible (bolak-balik) yaitu fitokrom merah yang mengabsorbsi sinar merah dan fitokrominfra merah yang mengabsorbsi sinar infra merah.Bila pada biji yang sedang berimbibisi diberikan cahaya merah, makafitokrom merah akan berubah menjadi fitokrom infra merah, yang manamenimbulkan reaksi yang merangsang perkecambahan.
















BAB 3
 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan tempat
            10 agustus 2013
            Dirumah masing-masing

3.2 Alat dan bahan:

1.                  30  buah kacang merah (setiap gelas 5 kacang merah)
2.                  6 buah gelas plastik
3.                  Kapas
4.                  Air
5.                  Penggaris
6.                  Alat tulis
7.                  Ph meter

3.3 Prosedur
1.                  Taruh kapas yang sudah dibasahi pada masing- masing gelas yang sudah disiapkan .
2.                  Beri setiap gelas tersebut masing-masing 5 biji kacang merah.
3.                  Taruh 3 gelas tersebut di tempat yang gelap dan 3 gelas lainnya di tempat yang terang.
4.                  Berikan keterangan pada gelas- gelas tersebut.
5.                  Amati pertunbuhan tersebut pada masing-masing gelas pada hari kedua dan ketiga.
6.                  Catat perubahan perkembangan biji kacang merah.
7.                  Untuk mengukur ph pada kapas gunakan PH meter.

3.4 Hipotesis
 (-) Cahaya matahari tidak mempengaruhi pertumbuhan dan perkecambahan kacang merah.
 (+) Cahaya matahari mempengaruhi pertumbuhan dan perkecambahan pada kacang merah.




3.5 Variabel Penelitian
   
-          Sebagai Variabel Bebas   (X)                    :  Cahaya, Ph, air, Suhu.
-          Sebagai Variabel Terikat (Y)                    : Tinggi tanaman, tipe perkecambahan. 
-     Sebagai Variabel Kontrol                          :Kualitas biji,  Hormon yang mempengaruhi perkecambahan.
   



















BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan perkembangan perkecambahan pada kacang merah 
Hari ke-
2
3
4
5
I
Tdk ada yg tumbuh
-
-
-
II
3 kulit mengelupas
-
-
-
III
3 kulit mengelupas satu tumbuh
-
-
-
IV
Satu tumbuh 2 cm sisanya busuk
Satu tumbuh 3 cm sisanya busuk
Satu tumbuh menjadi 4 cm sisanya busuk
Satu tumbuh menjadi 5 cm sisanya busuk
V
4 tumbuh 1 cm satu busuk
2 menjadi 2 cm 2 sisanya menjadi 3 cm satu busuk
2 menjadi 4 cm 2 sisanya masih 2 cm
Satu menjadi 10 cm sisanya menjadi 4 cm
VI
4 tumbuh 2 cm satu berkecambah
4 tumbuh menjadi 4 cm
4 tumbuh menjadi 5 cm
2 tumbuh menjadi 13 cm dua menjadi 6 cm

Keterangan :
Kecambah pada nomor I, II dan III merupakan kecambah yang diletakkan pada tempat yang mendapatkan sinar terus menerus/ mendapatkan cahaya matahari .
Kecambah pada nomor IV, V dan VI merupakan kecambah yang diletakkan pada tempat gelap.
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sd 35°C (Sutopo, 2002). Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh giberellin.  Berdasarkan hal tersebut kita dapat mengetahui bahwa perbedaan suhu pada daerah perkecambahan mempengaruhi perkecambahan itu sendiri. Pada kecambah I, II dan III perkembangan kecambah tidak terlalu berkembang karena suhu yang tidak terlalu optimal yaitu lebih dari 30 celcius yang menyebabkan mesin metabolism biji menjadi nonaktif sehingga biji menjadi busuk dan mati. Dari 3 contoh tersebut kita dapat membuktikan bahwa karena suhu  yang terlalu tinggi menyebabkan tiga tanaman tersebut menjadi busuk dan tidak berkembang.
            Hormon mempengaruhi proses perkecambahan, contohnya auksin yang berfungsi dalam mematahkan dormansi biji dan akan merangsang proses perkecambahan biji serta memacu proses terbentuknya akar. Hormon yang lain adalah hormon giberelin yang berperan dalam mobilisasi bahan makanan selama proses perkecambahan. Pertumbuhan embrio selama perkecambahan bergantung pada persiapan bahan makanan yang berada di dalam endosperma. Untuk keperluan kelangsungan hidup embrio maka terjadilah penguraian secara enzimatik yaitu terjadi perubahan pati menjadi gula yang selanjutnya ditranslokasikan ke embrio sebagai sumber energy sebagai pertumbuhannya. Peran giberelin diketahui mampu meningkatkan aktivitas enzim amylase. Hormon yang lain adalah hormon sitokinin yang berinteraksi dengan giberelin dan auksin untuk mematahkan dormansi biji. Selain itu, sitokinin juga mampu memicu pembelahan sel dan pembentukan organ. Peran hormon auksin dipengaruhi oleh cahaya matahari, intensitas penyinaran cahaya yang berlebih atau cukup banyak dapat menyebabkan hormon auksin yang berfungsi dalam perkembangan biji menjadi terhambat. Seperti kecambah dalam gelas I, II dan III yang perkembangannya menjadi terhambat akibat penyinaran cahaya yang terus menerus. Sementara pada kecambah IV, V dan VI dapat tumbuh menjadi cukup baik karena hormon auksin maksimal tersebar pada kecambah dan  tidak terhambat oleh cahaya.










                                                BAB 5
                             KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kacang merah merupakan tumbuhan yang proses perkecambahannya di atas tanah (epigeal) karena daun lembaganya(cotyledon) terangkat ke atas akibat adanya pembetangan ruas batang yang berada dibawah daun lembaga. Bagian kecambah terdiri atas plumula, kaulikulus, kotiledon dan radikula. Plumula (puncuk lembaga) adalah bagian dari lembaga yang merupakan calon-calon daun. Kaulikulus (batang lembaga) merupakan calon batang yang terdiri dari epikotilatau ruas batang yang berada yang terdiri dari epikotil atau ruas batang yang berada di atas daun lembaga dan hipokotil yaitu ruas batang yang terletak di bawah daun lembaga. Kotiledon (daun lembaga) yaitu daun yang pertama yg muncul pada suatu tumbuhan dan berfungsi sebagai cadangan makanan padamasa perkecambahan. Radicula (akar lembaga) merupakan bagian lembagayang terletak dibagian pangkal dan terdapat kaliptra (tudung akar) yang berfungsi untuk melindungi akar dan membantu untuk menembus tanah. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut dipengaruhi oleh faktor dari luar maupun dari dalam. Faktor dari dalam berupa hormon sedang faktor dari luar yaitu gen, cahaya matahari, suhu udara, kelembaban udara, tanah, nutrisi dan air.
            Kacang merah yang diletakkan di ruang tertutup pertumbuhanya lebih cepat dibandingkan yang diletakkan di ruang terbuka dan terkena sinar matahari karena di sebabkan pusat pertumubuhan auksin di ujung koleoptil. Jika terkena matahari,auksin akan menghambat pertumbuhan, hal inilah yang menyebabkan bagian yang terkena mathari akan membengkok kearah datangnya arah matahari (fototropisme) dan dapat diketahui bahwa terjadi perbedaan yang signifikan yaitu batang tumbuhan yang diletakkan di tempat tertutup mengalami pertumbuhan yang cacat mengalami pucat dan keruh serta batngnya lemas berwarna kekuningan, sedangkan yang diletakkan di luar sebaliknya tumbuh lambat aka tetapi batangnya kuat dan waranya hijau.





5.2 Saran
1.                  Dalam tahap perendaman, lihat dahulu biji yang akan ditanam. Jika biji yang akan ditanam ukurannya kecil (kita ambil contoh biji cabe) perendamannya tidak terlalu lama (sampai radiks / akar nya mulai kelihatan). Takutnya akan terjadi peristiwa “plasmolisis”.
2.                  Sebaiknya dalam menanam, kadar air harus diteliti. Jangan terlalu banyak dan terlalu sedikit.
3.                  Penanaman di tempat gelap, media yang diperlukan memang harus benar-benar tetutup dan jangan sampai ada cahaya sedikitpun.




















                                      DAFTAR PUSTAKA

Aryulina, Diah dkk., 2005. Biologi SMA untuk Kelas XII. Jakarta: Esis.
Suwarno.2002.Biologi.Jakarta: Pusat pembukuan departemen pendidikan nasional.
www.insklopedia biologi.com






2 komentar:

  1. SMP Plus Darul Ulum memang sangat baik untuk dikembangkan. apalgi jika diketahui bahwasannya sekolahan tersebut berada di naungan lembaga yayasan yang berorientasi pada agama . tentunya bila siswanya di didik dengan benar- benar maka akan menjadikan sekolahan tersebut lebih unggul dalam hal prestasi iman dan taqwa///

    BalasHapus
  2. sangat bagus dan saya minta ijin untuk materinya

    BalasHapus