Sabtu, 11 November 2017

ADAPTASI HEWAN DI GURUN

A.    PENDAHULUAN
Gurun merupakan salah satu jenis ekosistem yang memiliki karakteristik yang sangat ekstrem. Ekosistem gurun memiliki karakteristik curah hujan yang rendah, biasanya tidak mencapai 250 mm per tahun. Tingkat evaporasi juga tinggi karena radiasi cahaya matahari yang diterima sangat kuat, sehingga kelembaban udara di wilayah gurun sagat rendah. Tanah yang cenderung tandus memungkinkan jenis tanaman yang mampu hidup di daerah gurun adalah tumbuhan yang memiliki daun kecil seperti duri dengan akar yang panjang untuk mencari sumber air. Perbedaan suhu antara siang dan malam juga sangat berbeda. Temperature sangat panas di siang hari, serta sangat dingin di malam hari (maksimum 50oC dan minimum -30oC). Kondisi ini dudukung oleh beberapa faktor geologis seperti adanya pegunungan atau keberadaannya di tengah benua. Kondisi geologis tersebut yang membuat sumber uap air berupa awan tidak dapat mencapai lokasi tersebut sehingga curah hujan menjadi sangat rendah. Perbedaan suhu yang sangat ekstrem juga mendorong kondisi ekosistem yang terdapat di bioma gurun menjadi relatif lebih berbatu atau berpasir sehingga membuat gurun menjadi tempat yang lebih eksterm.
Kondisi yang sangat ekstrem tersebut bukan berarti membuat gurun tidak dapat ditinggali. Beberapa hewan diketahui menggunakan gurun sebagai tempat tinggal yang ideal. Namun untuk dapat bertahan hidup di gurun hewan-hewan tersebut harus memiliki adaptasi yang sesuai dengan kondisi ekstrem di gurun agar dapat bertahan hidup dan berkembang biak. Pada kenyataannya kondisi ekstrem di gurun tersebut memang digunakan oleh beberapa hewan untuk memanfaatkan relung ekologi yang ada sehingga meminimalisir kompetisi dengan hewan lain.
            Untuk dapat hidup di ekosistem gurun, maka hewan harus memiliki adaptasi yang baik dalam hal homeostasis terutama untuk konservasi air dan kemampuan termoregulasi. Termoregulasi merupakan pengaturan fisiologis tubuh hewan mengenai keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas agar suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan.

B.      ISI
1.      Mekanisme Pertukaran Panas
Terdapat empat macam mekanisme pertukaran panas yang dapat terjadi pada hewan, yaitu radiasi, konveksi, konduksi, dan evaporasi. Radiasi merupakan pemindahan panas tanpa memerlukan adanya perantara, contohnya perpindahan panas cahaya matahari ke bumi. Konveksi merupakan perpindahan panas mengikuti pergerakan fluida sebagai perantaranya. Konduksi merupakan perpindahan panas akibat terjadinya kontak langsung antara permukaan-permukaan benda. Evaporasi merupakan perpindahan panas yang terjadi melalui proses penguapan, contohnya panas tubuh yang keluar bersama keringat yang menguap dari permukaan kulit.

2.      Termoregulasi
Adaptasi fisiologi terutama dilakukan melalui homeostasis. Homeostasis yang dilakukan untuk mengatur temperatur tubuhu disebut dengan termoregulasi. Termoregulasi ini dikontrol oleh pusat termostat tubuh yaitu hipotalamus. Ketika temperature tubuh naik maka hipotalamus akan mensensornya sehingga memberikan impuls kepada pembuluh darah perifer untuuk berdilatasi sehingga aliran darah akan dialirkan ke permukaan tubuh. Aliran darah ke permukaan tubuh akan mempermudah pembuangan panas ke lingkungan sehingga temperature tuubuh tidak terlalu tinggi. Produksi panas juga memicu kelenjar keringat untuk memproduksi keringat sehingga terjadi penguapan air yang membantu menurunkan temperatur tubuh.

3.      Adaptasi Berbagai Hewan Gurun
Berbagai jenis hewan yang menempati ekosistem gurun memiliki caranya sendiri untuk beradaptasi dari segi morfologi anatomi, fisiologi, maupun tingkah laku.
a.      Unta
Terdapat 2 spesies anggota famili Camelidae, yaitu Camelus bactrianus (unta berpunuk dua) dan Camelus dromedarius (unta berpunuk satu). Meskipun tergolong hewan ruminansia, unta memiliki beberapa perbedaan dari ruminansia pada umumnya. Tidak seperti sapi atau kambing, unta tidak memiliki tanduk dan keunikan khususnya yaitu sel darah merahnya yang berbentuk oval. Bentuk oval ini menguntungkan bagi unta dalam mengatur tekanan hidroosmotik tubuhnya. Sebab dalam kondisi lingkungan yang kekurangan air unta memang dapat bertahan tanpa meminum air hingga hingga 1 bulan lamanya, namun ketika sudah menemukan sumber air unta bahkan dapat minum air lebih dari 30% berat tubuhnya. Perilaku minum unta yang demikian menyebabkan perubahan kondisi cairan tubuh unta menjadi hipoosmotik, sehingga air yang jumlahnya banyak tersebut akan masuk ke dalam seluruh sel tubuh unta, termasuk sel darah merah yang paling banyak menyimpan air. Apabila bentuk sel darah merah unta bulat seperti pada umumnya, maka sel tersebut akan mudah pecah dalam kondisi ini karena bentuk yang bulat berarti banyak mengandung air. Oleh karena itu sel darah merahnya berbentuk oval sehingga dalam kondisi ini ia dapat meregang sampai 290% dan tidak mudah pecah. Kemapuan sel darah merah ini untuk merengang kemungkinan karena pada membran selnya rasio protein dengan lipidnya yang lebih besar yaitu 3,0 sedangkan pada manusia hanya 1,25. Selain itu proporsi prolin dan arginin juga lebih tinggi, sementara asam glutamatnya rendah, serta struktur unik lipoproteinnya.




Pada unta adaptasi morfologi dan anatomi terdapat pada rambut yang tebal dan punuknya. Rambut tebal yang tidak tertembus cahaya matahari ini tidak hanya melindungi tubuhnya dari kondisi cuaca panas maupun dingin, namun juga mengurangi kehilangan air dari tubuh. Selain itu punuk unta menyimpan lemak khusus, yang pada suatu saat bisa diubah menjadi air dengan bantuan oksigen hasil respirasi. Satu gram lemak yang ada pada punuk unta bisa diubah menjadi satu gram air. Selain itu kulit unta cenderung berwarna terang dan permukaannya halus sehingga efektif untuk memantulkan radiasi matahari. Kulitnya juga tebal, yang disominasi oleh stratum corneum (bagian terluar epidermis) yang didominasi oleh lipid sehingga dapat mencegah evaporasi air yang berlebih. Unta memiliki tubuh yang besar sehingga lebih lambat mengalami kenaikan suhu saat terpapar sinar matahari. Tungkai yang panjang juga memudahkan unta untuk berlari capat untuk mencari makanan dan air, selain itu juga memudahkan akses angin melewati tubuh sehingga berguna untuk mendinginkan tubuh.
Unta memiliki kemampuan yang sangant baik dalam konservasi air. Selama musim kemarau, unta hanya akan minum 6-15 hari sekali, bahkan unta dapat bertahan selama 1 bulan tanpa air saat kondisi yang ekstrim. Namun dalam sekali minum unta dapat minum air dalam jumlah sangat besar sebanyak 30% dari berat tunbuhnya. Sementara selama musim hujan unta justru tidak minum, karena makanannya sudah memiliki kelembaban yang cukup untuk memenuhi kebutuhan airnya. Untuk meminimalisir kehilangan air, feses yang dikeluarkan kering dan urinnya juga sangat sedikit. Berdasarkan perhitungan yang dilakuan oleh MacFalrane (1977) urin yang dihasilkan unta per harinya bahkan hanya 0,1% berat tubuhnya. Selain jumlahnya sedikit, urin unta juga mengandung sedikit urea. Urea dikembalikan dari plasma darah yang melewati dinding rumen untuk digunakan lagi dalam sintesis protein ketika dibutuhkan. Selain itu, struktur ginjal unta juga mendukung untuk menghemat air. Menurut Sperber (1944) hewan yang kemampuan konservasi air melalui ginjal lebih tinggi memiliki medula yang lebih tebal dari pada korteks. Pada ginjal unta, rasio medula dengan korteksnya 4:1. Ginjal mengurangi kehilangan air dengan mengurangi laju filtrasi dan meningkatkan reabsorbsi airtubulus yang diatur oleh hormon ADH.
Kemampuan unta dalam termoregulasi disebabkan unta mampu menyimpan panas dalam tubuhnya hingga 40,7oC dan tidak akan berkeringan hingga kemampuan tubuhnya menyimpan panas telah mencapai batas maksimal. Selain itu evaporasi atau penguapan keringat terjadi langsung di permukaan kulit, bukan di ujung rambut sehingga lebih efektif mendinginkan kulit. Pertukaran panas dalam tubuh unta juga tejadi melalui pembuluh nasal. Karena pada bagian tersebut pembuluh arteri dan vena terletak berdekatan sehingga, panas dari arteri dipindah ke vena yang lebih dingin sehingga otak dapat memperoleh darah yang lebih dingin.
Pada unta yang hidup di daerah ekstrim panas terjadi efek feedback negatif dalam proses metabolismenya. Umumnya laju metabolisme akan semakin meningkat dengan meningkatnya suhu tubuh, namun pada unta saat suhu meningkat sangat tinggi justru memberkan sinyal kepada hipotalamus untuk menghambat produksi hormon tiroksin yang dibutuhkan dalam proses metabolisme, sehingga laju metabolismenya menurun. Jika laju metabolisme menurun maka panas yang dihasilkan juga akan berkurang, sehingga tubuh tidak akan kelebihan panas.

b.      Rubah Fennec
Pada mamalia lain yaitu rubah Fennec, adaptapi morfologi diperlihatkan pada bentuk telinganya yang sangat lebar, bahkan terlihat proporsional dibandingkan ukuran tubuh. Telinga tebar rubah Fennec memiliki banyak jalinan pembuluh darah. Darah yang melewati pembuluh darah di telinga akan segera memindahkan panasnya ke lingkungan melalui pembuluh tersebut. Hal tersebut tentunya akan mengoptimalkan pembuangan panas tubuh.


c.       Kura-Kura
Adaptasi pada kondisi ekstrem di gurun juga terjdai pada kelompok reptilian. Reptilia memiliki adaptasi yang berbeda dan sangat efisien dalam menyelesaikan permasalahan kehilangan air. Pada reptilia kehilangan air terutama dicegah oleh kulit reptilia yang keras dan tertutupi oleh keratin tebal sehingga hampir tidak melepaskan air sedikit pun melalui kulit. Salah satu jenis kura-kura gurun bahkan dapat membawa air cadangan di bawah cangkangnya.

d.      Fringe-Toad Lizard dan Ular Gurun
Permukaan tanah gurun yang sangat panas menuntut beberepa hewan untuk mampu bergereak seefisien mungkin untuk meminimalisir kontak tubuh dengan permukaan tanah. Seperti yang dilakukan oleh Fringe-Toad Lizard dan ular gurun. Fringe-Toad Lizard memiliki tungkai yang panjang, jari panjang, dan sisik yang termodifikasi (fringe-like) sehingga memudahkan hewan tersebut untuk berlari cepat di gurun.
download (13).jpg
Gambar 5. Fringe-toad Lizard




Sementara ular gurun untuk mengurangi kontak dengan pasir gurun yang panas, memiliki cara bergerak yang unik dari ular pada umumnya, yaitu bergerak menyamping atau slide winding. Ular ini mengangkat sebagian tubuhnya sambil bergerak menyamping, berbeda dengan ular pada umumnya yang cenderung bergerak lurus ke depan.

e.       Perilaku Nocturnal
       Hewan di gurun pada umumnya aktif di malam hari untuk mencari makan. Pada malam hari hewan di gurun mencari makan untuk meningkatkan proses metabolisme baik untuk mendapatkan panas dan konservasi air pada malam hari di gurun yang memiliki suhu yang rendah.
Apabila di siang hari suhu gurun sangat tinggi, justru suhu gurun pada malam hari sangat rendah. Untuk berlindung dari perubahan suhu ang drastis tersebut hewan digurun seperti rodentia, hewan penggali dan reptilia di malam hari memasukan tubuhnya kedalam tanah dengan cara menggali lubang untuk mendapatkan suhu yang hangat. Sebagiam ada pula yang berlindung di antara bebatuan, karena pada malam hari bebatuan tersebut menjadi lebih hangat karena telah mendapat panas yang diperolehnya dari matahari sepanjang siang.

 




Sedangkan pada mamalia bertubuh besar seperti unta, untuk melindungi diri dari suhu dingin malam hari, mereka melakukan posisi curving atau meringkuk. Sehingga memperkecil luas permukaan tubuhnya untuk menghindari terjadinya kehilangan panas.

C.    KESIMPULAN
Adaptasi hewan di gurun utuk homeostasis sangat diperlukan terutama dalam termoregulasi dan konservasi air yang meliputi adaptasi baik fisiologi, morfologi-anatomi maupun tingkah. Hewan-hewan gurun tersebut di antaranya adalah unta, rubah fennec, kura-kura, fringe-toed lizard, dan ular gurun. Kebanyakan hewan gurun memiliki kemampuan khusus untuk bertahan dari suhu gurun yang panas, seperti lapisan pelindung kulit, pola gerak, dan aktivitas nocturnal. Sedangkan untuk berlindung dari suhu dingin pada malam hari ada yang berlindung dalam lubang, di antara bebatuan, ataupun posisi curving. Kemampuan konservasi air hewan gurun juga sangat tinggi, memiliki lapisan lemak yang tebal untuk diubah menjadi air bila dibutuhkan. Biasanya hewan gurun memiliki urin yang sedikit dan pekat, serta feses yang kering. Sebagian dari mereka juga mampu menyimpan air dalam jumlah besar dalam tubuhnya.





DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. All About Desert Animals. The Nature Concervancy. www.nature.org. Diakses pada 21 April 2016.
Bornstein, S. 1990. The ship of the desert – The dromedary camel (Camelus dromedarius), a domesticated animal species well adapted to extreme            condition of aridness and heat. Rangifer (3): 231-236
Bradshaw, S.D. 1997.. Homeostasis in desert reptiles. Springer. Heidelberg. p.1
Cloudsley, J.L. and J.L. Thompson. 1991.  Ecophysiology of desert arthropods and reptiles. Springer. Heidelberg. p. 128
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal.     116-117.
Livne, A. and P.J.C. Kuiper. 1973. Unique properties of the camel erytrochyte membrane. Elsevier 318(1): 41-49.
Macfarlane, W.V. 1977. Survival in arid lands. Australian Natural   History 29: 18-23
Sloane, E. 1994. Anatomy and Physiology : An Easy Learner. Jones and Bartlett Publishers, Inc. Sudbury. Pp. 10-11
Sperber, J. 1944. Studies on mammalian kidney. Zoologiska bidrag fran Uppsala. Uppsala. Pp: 249-258


Tidak ada komentar:

Posting Komentar