BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Setiap organisme hidup
memiliki kemampuan untuk menanggapi respon atau iritabilitas. Hewan memiliki
alat penerima rangsang yang disebut dengan efektor dan alat penghasil rangsang
yang disebut dengan efektor. Pada umumnya, suatu reseptor bekerja secara spesifik,
yaitu reseptor hanya akan menerima rangsang jenis tertentu. Berdasarkan jenis
rangsang yang diterima oleh suatu organisme, reseptor dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis meliputi kemoreseptor, thermoreseptor, mekanoreseptor,
fotoreseptor, magnetoresepter serta elektro reseptor. Salah satu jenis
reseptor, yaitu mekanoreseptor merupakan reseptor yang berperan terhadap
rangsangan berupa tekanan, sentuhan. Mekanoreseptor pada vertebrata bukan hanya
berfungsi sebagai penerima rangsang sentuhan, tetapi juga dapat digunakan untuk
memantau panjang otot, berfungsi sebagai alat pendengaran dan keseimbangan.
Salah satu peristiwa yang
menggunakan prinsip yang sama dengan mendengar adalah ekolokasi. Ekolokasi
digunakan pada beberapa hewan seperti paus, lumba lumba serta sebagian besar
kelelawar Ekolokasi merupakan proses mendengar gaung yang umumnya digunakan
oleh Microchiroptera. Ekolokasi digunakan untuk mendeteksi adanya mangsa atau
obyek lain di sekitar hewan tersebut. (Isnaeni, 2006). Manfaat ekolokasi pada hewan
adalah untuk menentukan lokasi, navigasi serta untuk berburu dan mengenali
predatornya. Pada beberapa species microchiroptera,
ekolokasi sangat penting digunakan untuk hidup dalam gua yang gelap dengan
pencahayaan sinar matahari yang minimal.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan
didapatkan pertanyaan seperti, Bagaimana sejarah ekolokasi? bagaimana mekanisme
ekolokasi pada kelelawar gua? Apakah semua jenis kelelawar menggunakan
ekolokasi?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui sejarah ekolokasi, mekanisme ekolokasi pada kelelawar gua dan
mengetahui jenis jenis kelelawar yang menggunakan mekanisme ekolokasi.
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
ekolokasi pada hewan
Penelitian
mengenai ekolokasi dimulai oleh Lazzaro Spallanzani, yang merupakan seorang
Professor Italia yang mengajar pada berbagai universitas berbeda di Italia.
Lazzaro Spallanzani dikenal karena penelitiannya pada Kelelawar dan Burung
Hantu . Penelitiannya menggunakan dua objek penelitian yaitu kelelawar gua
serta burung hantu. Ia memasukkan beberapa ekor hewan tersebut ke dalam suatu
ruangan gelap tanpa cahaya sama sekali. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam
kondisi keadaan gelap tanpa cahaya beberapa kelelawar tidak mengalami
disorientasi, sementara burung hantu mengalami disorientasi. Sementara itu,
ketika kelelawar tersebut diganggu pendengarannya, ia akan mengalami
disorientasi arah.
Selain
itu, Donal Griffith juga melakukan penelitian mengenai kelelawar dan menemukan
bahwa kelelawar menggunakan sentuhan pada tidak menggunakan mata ketika
menghadapi kegelapan yang penuh. Kelelawar memfokuskan indera pendengaran untuk
memfokuskan navigasinya. Selain Donald Griffith dan Lazzaro Spalanzani terdapat
beberapa tokoh lain yang turut berperan dalam perkembangan penelitian mengenai
biosonar atau ekolokasi seperti Cuvier, Hanh, Maxim, J.W Pierce, Arthur Mc.
Bridge, ForestWood dan Ken Norris. Perkembangan mengenai biosensor ini
berlangsung dari tahun 1794 hingga saat ini.
Source
http://www.biosonar.bris.ac.uk/chapters/2/start.htm
2.2 Mekanisme
Ekolokasi
Ekolokasi atau biosonar merupakan sonar biologi yang
digunakan beberapa jenis binatang untuk mengidentifikasi keberadaan obyek
berdasar pantulan bunyi. Ekolokasi digunakan sebagai navigasi dalam berburu
atau berkelana. Ekolokasi dimiliki oleh:
kelelawar, ikan paus dan lumba lumba (Holland et al., 2014).
Kelelawar microchiropteran menggunakan ekolokasi untuk
navigasi serta mencari makanan, pada kegelapan yang penuh. Mereka umumnya
muncul dari lantai gua, akar akar gua, atau pohon pada malam hari untuk
memangsa serangga. Mereka menggunakan ekolokasi untuk menempati niche yang
terdapat banyak serangga, sedikit kompetisi makanan serta spesies predator
kelelawar yang lebih sedikit. Microchiropteran umumnya menghasilkan suara ultra
dari laring melewati mulut atau kadang kadang hidung. Suara yang dihasilkan
oleh kelelawar microchiropteran berkisar diantara 14.000 hingga 100.000 Hz,
sementara pendengaran manusia umumnya hanya dapat mendengar 20 Hz- 20.000 Hz.
Kelelawar dapatmengestimasi ketinggian target dengan menginterpretasi pola yang
diakibatkan oleh gaung yang dihasilkan.
Mekanisme
pemroduksian suara oleh kelelawar adalah sebagai berikut:
Pertama – tama, kelelawar memproduksi suara.
Selanjutnya gelombang suara ditransmisikan ke arah tertentu. Setelah itu, gelombang
dipantulkan dan diterima kembali. Kelelawar kemudian melakukan kalkulasi letak
objek didepannya (apakah objek tersebut berupa mangsanya atau objek lain). Apabila
objek tersebut bergerak maka kelelawar dapat memperhitungkan ke arah mana objek
tersebut bergerak.
Kelelwar dari kelompok Megachiroptera ini tidak
memiliki kemampuan ekolokasi yang bagus. Kelelawar ini memiliki mata yang besar dan
kemampuan melihat yang berkembang dengan baik. Sebagian besar memilih buah
sebagai makanan utamanya dan beberapa jenis yang lain adalah pemakan nektar
atau pollen. Dari 900 spesies kelelawar setengahnya menggunakan ekolokasi dengan baik
FM signal atau
disebut juga Frequency modulated sweep berperan dalam menentukan keakuratan
jarak, dan penentuan lokasi dari target. Simmon melakukan demonstrasi mengenai
efek ini dengan melakukan serangkaian eksperimen yang menunjukkan bagaimana
kelelawar yang menggunakan FM signal dapat membedakan antara dua target yang
terpisah ketika keduanya jaraknya berbeda kurang lebih setengah millimeter.
Kemampuan ini karena jalur lebar dari sinyal, yang memungkinkan resolusi yang
lebih baik dari waktu delay selama panggilan dan pengembalian gaung, bahkan
meningkatkan korelasi diantara keduanya.
CF signal atau disebut juga
dengan Constant frequency, merupakan
frekuensi yang memungkinkan keleawar untuk mendeteksi kecepatan dari ,mangsa
atau target serta menentukan kepakkan sayar managsanya.
2.2 Primary Sensor dan Pemrosesan Sensor
Membran
basilar pada koklea mengandung spesialisasi dalam pemrosesan gema. Pada
kelelawar yang menggunakan CF signal, bagian dari membrane yang merespon
frekuensi dari gema yang kembali lebih besar dari bagian yang merespon
frekuensi yang lain. Misalnya, pada horsebats, terdapat proporsi yang tidak
proporsional dari membrane yang merespon suara pda 83 kHz, frekuensi constant
dari gaung yang diproduksi oleh suara kelelawar. Area ini disebut dengan
acoustic fovea.
Auditory cortex
Pada auditory cortex mammal terdapat neuron yang disebut dengan sound-echo-neuron atau dikenal dengan combination- sensitive-neuron.
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan
percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa ekolokasi
merupakan proses penentuan lokasi atau mangsa dengan menggunakan pantulan suara
(echo). Ekolokasi dimiliki oleh ikan paus, beberapa jenis kelelawar seperti
Microchiroptera, meski satu spesies dari kelompok Megachiroptera dapat
melakukan ekolokasi, yaitu Rousettus aegyptiacus.
REVIEW JURNAL
BIDIRECTIONAL
ECHOLOCATION IN THE BAT Barbastella barbastellus : DIFFERENT SIGNALS OF
LOW SOURCE LEVEL ARE EMITTED UPWARD THROUGHT THE NOSE AND DOWNWARD THROUGH THE
MOUTH
Oleh :
Anna-Maria Seibert , Jens C. Koblitz, Annette Denzinger,Hans-Ulrich
Schnitzler
Pendahuluan
Kelelawar Barbastelle (Barbastella barbastellus) adalah salah
satu kelelawar Palaearctic yang memangsa lepidoptera (sampai 99%) dan ngengat timpani
kecil. Barbastella adalah anggota kelelawar pemakan rumput pinggir jalan
mencari makan terutama di atas kanopi, di hutan, padang rumput terbuka, dan
tanah berbatu.
Perilaku echolocation B.
barbastellus unik di antara Vespertilionoid Eropa. Kelelawar Barbastelle
memancarkan dua jenis sinyal pencarian yang berbeda yang ditunjuk sebagai
panggilan tipe 1 dan tipe 2. Sinyal FM tipe 1 memiliki stereotip lebih pendek dengan
frekuensi 36-28 kHz, sedangkan sinyal tipe 2 lebih panjang dan mencakup rentang
frekuensi 45-32 kHz. Penelitian menggunakan rekaman mikrofon tunggal menunjukkan
bahwa kedua jenis panggilan B. barbastellus
bervariasi dalam amplitudo atau arah emisi, dengan tipe 1 panggilan memiliki
amplitudo yang lebih tinggi daripada panggilan tipe 2. Variasi amplitudo ini
disebabkan oleh perubahan arah emisi dengan pergerakan kepala secara vertikal
atau dengan menggunakan perubahan Source Level (SL). Pada saat kelelawar lepas
landas akan memancarkan sinyal ekolokasi tipe 2 dengan mulut tertutup. Bila
hidung atau mulut ditutup secara eksperimental, B. barbastellus masih bisa terbang, mengorientasikan, dan memancarkan
sinyal dengan osilator serupa sedangkan ketika kedua mulut dan lubang hidung ditutup,
kelelawar gagal mengorientasikannya saat terbang.
Beberapa hipotesis telah
disarankan untuk menjelaskan fungsi kedua sinyal bolak-balik ini. Sinyal tipe
frekuensi rendah narrowband yang lebih sempit bisa lebih sesuai untuk deteksi,
sedangkan sinyal tipe 2 broadband yang lebih tinggi bisa lebih sesuai untuk
target lokasi yang tepat. Penelitian
terbaru telah menemukan bukti yang menunjukkan bahwa kelelawar barbastelle
menggunakan sinyal yang 10-100 kali lebih lemah daripada kelelawar lainnya
untuk deteksi dan perilaku mengelak oleh ngengat.
Amplitudo sinyal
bolak-balik direkam dengan menggunakan mikrofon tunggal mencerminkan perubahan
arah emisi, atau sebagai alternatif perubahan pada tingkat tekanan suara
sinyal. Untuk mencapai hal ini, kami menggunakan array mikrofon besar untuk
merekam sinyal echolocation kelelawar barbastelle saat terbang ke arah array
dan memancarkan kedua jenis sinyal pencarian. Dengan metode ini, pertama-tama,
untuk pertama-tama menentukan arah SL dan arah emisi dari sinyal yang direkam.
Kami juga menyelidiki bagaimana morfologi hidung dan mulut berkontribusi pada
arah emisi pada kelelawar barbastella.
Hasil
dan Pembahasan
1.
Parameter
sinyal ekolokasi
Banyak
sinyal yang direkam tidak terpusat di dalam bidang array, namun perbedaan ASL dan
souce level (SL) dari jenis panggilan minimal dengan hanya 1,1-2,5 dB dan SD
4-7 dB. Oleh karena itu kami
mengumpulkan data dari semua sinyal tipe untuk mengukur parameter sinyal
kecuali untuk ASL dan SL. Semua parameter yang diukur berbeda secara signifikan
antara dua jenis sinyal pencarian, kecuali SL. Interval pulsa rata-rata antara
panggilan tipe 1 dan panggilan tipe 2 berikut adalah 67,9 ms dan antara
panggilan tipe 2 dan panggilan tipe 1 berikut 59,3 ms. Durasi panggilan
rata-rata panggilan tipe 1 adalah 1,7 ms, panggilan tipe 2 memiliki durasi
rata-rata 2,5 ms. Frekuensi awal tipe 1 adalah 35,9 kHz, yaitu tipe 2 44,3 kHz.
Sinyal tipe 1 diakhiri dengan frekuensi terminal rata-rata 31,2 kHz, panggilan
tipe 2 berakhir pada 35,1 kHz. Bandwidth rata-rata pada panggilan tipe 1 adalah
4,7 kHz, yaitu panggilan tipe 2 adalah 9,2 kHz. Frekuensi puncak panggilan tipe
1 diukur 33,6 kHz, dan untuk panggilan tipe 2 40,1 kHz. Tingkat sumber yang
jelas (ASL) dari sinyal tipe 1 rata-rata 79,9 dB SPL re 20 μPa rms 1 m dan
sinyal tipe 2 adalah 82,4 dB SPL rms. Panggilan tipe 1 memiliki SL absolut dari
80,9 dB SPL rms 1 m dan tipe 2 memiliki SL sebesar 82,0 dB SPL rms.
2.
Sonar
beam dan arah beam
Sonar yang direkonstruksi menunjukkan pola
arah bolak balik. Sinyal tipe 1 biasanya memiliki beam yang jelas maksimum pada
bagian bawah array, sedangkan panggilan tipe 2 menunjukkan maxima balok yang
jelas pada tepi array atas. Pola ini juga ditemukan pada rekaman susunan rantai
berantai 6 m. Sinyal pendekatan berasal dari sinyal tipe 2. Selama pendekatan,
kelelawar fokus pada array yang menghasilkan beam maxima dalam array
Rekonstruksi ini juga menunjukkan pola bolak-balik yang berbeda dari sinyal
tipe 1 yang mengarah ke bawah dan sinyal tipe 2 mengarah ke atas.
3.
Sudut
antara tipe sinyal
Dengan susunan persegi, diukur sudut
vertikal rata-rata berdasarkan arah yang jelas dari 66 beam tipe 1 pada -14 ° ±
17 ° (rata-rata ± SD) yang relatif terhadap arah penerbangan, sedangkan sudut
vertikal rata-rata berdasarkan arah yang jelas dari 88 Panggilan tipe 2 adalah
20 ° ± 20 ° (rata-rata ± SD) relatif terhadap arah penerbangan. Hal ini menghasilkan
offset sudut vertikal yang jelas antara dua jenis sinyal pencarian paling
sedikit 33,9 °. Panggilan tipe 1 berkerumun di tepi kanan bawah array sementara
panggilan tipe 2 ditemukan di tepi kiri atas. Pendekatan panggilan tetap berada
dalam batas array dan menunjukkan bahwa kelelawar itu berfokus pada hambatan
selama pendekatan.
Sudut vertikal yang jelas antara kedua
jenis panggilan hingga 88 °.Dimulai pada jarak 3 m dari array, di mana tinggi
larik tidak membatasi sudut yang diukur, sudut vertikal antara tipe sinyal
berkisar antara 50-70 °.
4.
Perilaku
echolocation berdasarkan anatomi kepala
Kelelawar barbastelle mampu mengeluarkan
panggilan echolocation melalui mulut terbuka dan lubang hidung mereka. Pada
barbecue, bukaan mulut dan hidung mengarah ke arah yang berbeda, dengan lubang
hidung nampak kurang tegak lurus dengan pembukaan mulut. Lubang hidung
dimiringkan ke atas dan terbuka ke dalam sistem lacunas tertanam yang mengarah
jauh dari hidung ke awal telinga, di luar dan di sekitar tragus. Membandingkan
anatomi eksternal moncong beberapa spesies Vespertilionid, sangat mencolok
bahwa lacunas tertanam dan cuping hidung yang mengarah ke atas yang
dideskripsikan untuk B. barbastellus
juga ditemukan di genus Plecotus, namun tidak dalam genera lain dari famili ini
yang lubang hidungnya terbuka lebih maju. Kelelawar berhidung bening (Plecotus spec.) diketahui memancarkan
suara melalui lubang. Spesies Plecotus,
kelelawar barbastelle termasuk ke dalam suku Plecotini dan lebih dekat satu
sama lain dibandingkan spesies lain di dalam Vespertillionid.
DAFTAR PUSTAKA
Isnaneni, W. 2006. Fisiologi
Hewan. Kanisius: Yogyakarta. Hal. 84-96
Holland, R. A.,
Waters, D. A, and Rayner, J. M. V. (2004). "Echolocation signal structure
in the Megachiropteran bat Rousettus aegyptiacus Geoffroy 1810". Journal
of Experimental Biology. 207 (25): 4361–4369
Seibert,
A., Koblitz, J., Denzinger, A., and Schnitzher, H. 2015. Bidirectional echolocation
in the bat Barbastella barbastellus: different
signals of low source level are emitted upward throught the nose and downward
throught the mouth. Plos One. 1-17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar