SISTEM PERTAHANAN-CAMPBELL
MEKANISME PERTAHANAN NONSPESIFIK
|
MEKANISME PERTAHANAN SPESIFIK
|
|
Garis pertahanan pertama
|
Garis pertahanan kedua
|
Garis pertahanan ketiga
|
*Kulit
|
*Sel darah putih fagositik
|
*Limfosit
|
*Membran mukosa
|
*Protein antimikroba
|
*Antibodi
|
*Sekresi dari kulit dan membran mukosa
|
*Respons peradangan
|
|
Mikroba
yang menyerang ke dalam tubuh harus melewati rintangan eksternal yang dibentuk
oleh kulit dan membran mukosa , yang menutupi permukaan dan melapisi pembukaan
pada tubuh seekor hewan . Jika berhasil melakukan hal tersebut, patogen harus
menghadapi garis pertahanan nonspesifik kedua, yaitu mekanisme yang saling
berinteraksi dan meliputi fagositosis , respons peradangan , dan protein
antimikroba.
Kulit dan membran mukosa merupakan rintangan paling
awal terhadap infeksi
Kulit yang masih utuh merupakan
rintangan yang secara normal tidak dapat
ditembus oleh virus atau bakteri meskipun goresan yang sangat kecil
memungkinkan masuknya mikroorganisme tersebut . Dengan demikian, membran mukosa
yang melapisi saluran pencernaan , saluran respirasi , dan saluran genitouriner
(kelamin dan eksresi urin ) , menghalangi masuknya mikroba yang bersifat
membahayakan , selain itu kulit dan membran mukosa juga menghadapi patogen
dengan pertahanan kimiawi .
Mukus merupakan cairan kental yang
disekresikan oleh membran-membran mukosa
, juga menjerat mikroba dan partikel lain yang mengadakan kontak dengannya.
Pertahanan
respirasi garis pertama .
Bagian
atas yang melapisi pertahanan tubuh adalah mukosa, yang di lapisi sel-sel
bersilia .
Denyutan
silia akan mengeluarkan mukus dan mikroba menuju ke faring.
Sel-sel
fagositik , peradangan , dan protein antimikroba berfungsi dini dalam infeksi
Mekanisme
internal pada pertahanan nonspesifik terutama bergatung pada fagositosis yaitu penelanan organisme yang menyerang
oleh sel darah putih tertentu .
Sel Fagositik
dan Sel Natural Killer (Sel NK)
S
|
el
fagositik yang disebut neutrofil
meliputi ±60% sampai 70 % leukosit . Sel yang dirusak mikroba akan membebaskan
sinyal kimiawi yang menarik neutrofil dari darah untuk datang . Neutrofil akan
memasuki jaringan yang terinfeksi lalu menelan dan merusak mikroba yang ada di
sana.
M
|
onosit
, meskipun hanya sekitar 5% dari keseluruhan leukosit , menyediakan pertahanan
fagositik lebih efektif. Monosit bersirkulasi dalam darah hanya beberapa jam ,
kemudian bermigrasi ke dalam jaringan dan berkembang menjadi makrofaga. Makrofaga jaringan merupakan
sel-sel fagositik terbesar , adalah fagosit yang sangat efektif dan berumur
panjang . Sel ini menjulurkan kaki semu (pseupodia) yang panjang yang dapat
menempel ke polisakarida ke permukaan mikroba dan menelan mikroba itu , sebelum
kemudian dirusak oleh enzim di dalam lisosom makrofaga itu .
Gambar sel Monosit yang sedang menangkap
bakteri
E
|
osinofil berjumlah ±1,5 % dari semua leukosit .
Sumbangan utama Eosinofil pada pertahanan adalah melawan penyerang parasitik
yang berukuran lebih besar , seperti cacing darah Schistosoma mansoni.Eosinofil memposisikan dirinya meawan dinding
eksternal parasit dan melepaskan enzim perusak dari granula sitoplasmik .
Pertahanan
nonspesifik juga meliputi sel Natural Killer . Sel NK tidak bersifat fagotisik
, melainkan menyerang membran sel sehingga sel tersebut lisis.
ll
Respons
Peradangan (Inflammatory response)
The Inflammatory
Response
Respon inflamasi adalah bagian utama dari sistem pertahanan non-spesifik, dan diaktifkan oleh setiap kerusakan yang terjadi pada jaringan tubuh, baik yang disebabkan oleh cedera patogen (seperti kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme menular) atau bahkan fisik seperti yang disebabkan oleh goresan atau gigitan serangga. Daerah yang terkena menjadi
Respon inflamasi adalah bagian utama dari sistem pertahanan non-spesifik, dan diaktifkan oleh setiap kerusakan yang terjadi pada jaringan tubuh, baik yang disebabkan oleh cedera patogen (seperti kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme menular) atau bahkan fisik seperti yang disebabkan oleh goresan atau gigitan serangga. Daerah yang terkena menjadi
merah dan bengkak, atau meradang.
Protein
antimikroba
A
|
gen
antimikroba contohnya adalah lisosom dan kurang lebih 20 protein serum , yang
dikenal sebagai sistem komplemen, yang melakukan serentetan tahapan yeng
mengarah ke lisisnya mikroba. Kumpulan
protein lain yang menyediakan pertahanan non spesifik adalah interferon yang
disekresikan oleh sel-sel yang terinfeksi virus. .
Limfosit
menyediakan spesifitas dan keanekaragaman sistem kekebalan
Tubuh vertebrata
mengandung limfosit B dan limfosit T. Karena Limfosit mengenali dan merespons
terhadap mikroba tertentu, dan molekul asing , maka limfosit dikatakan
memperlihatkan spesifitas. Molekul asing yang mendatangkan suatu respon
spesifik dinamakan antigen . Antigen meliputi molekul yang dimiliki virus ,
bakteri, fungi, protozoa , dan cacing parasit . Salah satu cara antigen
meimbulkan respons kekebalan adalah dengan cara mengaktifkan sel B untuk
mensekresi protein yang disebut antibodi .
Limfosit B
dibentuk di sum-sum tulang belakang dan sel –sel darah , sementara limfosit B dibentuk
di Timus.
Sel
T dan sel B dapat mengenali antigen spesifik karena adanya reseptor antigen
yang terikat pada membran plasmanya .Reseptor antigen pada sel B sebenarnya
adalah versi transmembran molekul antibodi dan sering dikenal sebagai antibodi membran .
Reseptor antigen
pada sel T yang disebut reseptor T secara struktural berkaitan dengan antibodi
membran , reseptor T juga mengenalinya secara spesifik .Reseptor yang
dihasilkan oleh sebuah limfosit tunggal ditentukan oleh kejadian genetik acak
yang terjadi dalam limfosit tersebut selama perkembangan awalnya .
Antigen bereaksi
dengan limfosit spesifik , menginduksi respons kekebalan serta memori
imunologis .
Meskipun suatu mikroorganisme menghadapi
banyak sekali kumpulan sel B dan T dalam tubuh , mikroorganisme tersebut hanya
berinteraksi dengan limfosit yang mengandung reseptor yang spesifik untuk
berbagai molekul antigenik yang dimilikinya . Masing- masing limfosit
terdeteksi itu diaktifkan untuk membelah dan berdiferensiasi , dan akhirnya
membentuk dua klon.
Seleksi clonal:
Sel-sel
B dan sel-sel T tubuh bersama-sama mengenali antigen dengan jumlah yang
tidak terbatas, tetapi masing-masing individu sel hanya mengenali satu jenis
sel antigen .
Ketika suatu antigen berikatan dengan sel B atau sel T , sel
tersebut akan berproliferasi atau
memperbanyak diri dan membentuk klon sel-sel efektor dengan spesifitas sama.
Dalam diagram ini , antigen itu “menyeleksi” sutu sel B
tertentu dan merangsangnya untuk memperbanyak diri dan menjadi suatu populasi
sel-sel efektor yang identik yang
disebut dengan sel plasma.
Sel plasma mensekresi antibodi yang spesifik untuk antigen
tersebut .
Perhatikan bahwa sel memori yang spesifik untuk antigen
tersebut juga terbentuk .Sel yang relatif berumur panjang ini dapat merespons
dengan cepat saat pemaparan ke antigen yang sama terjadi lagi.
L
|
imfosit tidak bereaksi dengan sebagian besar antigen” diri sendiri”
,tetapi sel T mempunyai suatu interaksi yang sangat penting dengan salah satu
kelompok penting molekul asli. Molekul tersebut merupakan kumpulan glikoprotein
permukaan sel yang dikode oleh sebuah kelompok gen yang disebut sebagai
kompleks histokompatibilitas mayor (Major
Histocompatibility Complex, MHC). Pada manusia glikoprotein MHC juga
dikenal sebagai HLA (Human Leukocyte Antigen). Ada dua jenis molekul MHC yang menandai sel tubuh
yaitu MHC kelas I ditemukan pada semua sel bernukleus pada hamper setiap sel
tubuh. Sedangkan MHC kelas II terbatas hanya pada beberapa jenis sel khusus
yang meliputi makrofaga, sel B, sel T yang telah diaktifkan dan sel-sel yang
menyusun bagian interior tymus. Terdapat dua subtipe utama sel T yaitu sel T
pembunuhsel T pembantu. Sel T pemnbunuh hanya mengenali antigen dirangkaikan
pada molekul kelas I MHC, sementara sel T pembantu hanya mengenali antigen
dirangkaikan pada molekul kelas II MHC. Dua mekanisme penyampaian antigen
tersebut memunculkan peran berbeda dua tipe sel T. dan
Sel T pembunuh (sel T
sitotoksik) secara langsung menyerang sel lainnya yang membawa antigen asing
atau abnormal di permukaan mereka. Sel T pembunuh adalah sub-grup dari sel T yang membunuh sel yang terinfeksi
dengan virus (dan patogen lainnya), atau merusak dan mematikan patogen. Seperti
sel B, tiap tipe sel T mengenali antigen yang berbeda. Sel T pembunuh
diaktivasi ketika reseptor sel T mereka melekat pada
antigen spesifik pada kompleks dengan reseptor kelas I MHC dari sel lainnya.
Pengenalan MHC ini:kompleks antigen dibantu oleh co-reseptor pada sel T yang disebut CD8
Sel T pembantu (sel T helper) mengatur
baik respon imun bawaan dan adaptif dan membantu menentukan tipe respon imun
mana yang tubuh akan buat pada patogen khusus. Sel tersebut tidak memiliki
aktivitas sitotoksik dan tidak membunuh sel yang terinfeksi atau membersihkan
patogen secara langsung, namun mereka mengontrol respon imun dengan mengarahkan
sel lain untuk melakukan tugas tersebut. Sel T pembantu mengekspresikan
reseptor sel T yang mengenali antigen melilit pada molekul MHC kelas II.
MHC:antigen kompleks juga dikenali oleh reseptor sel pembantu CD4 yang merekrut
molekul didalam sel T yang bertanggung jawab untuk aktivasi sel T.
Molekul MHC kelas II yang dikenali oleh
sel T helper hanya ditemukan pada jenis sel tertentu, terutama sel-sel yang
menelan antigen asing. Sel-sel yang menghancurkan antigen adalah sel b dan
makrofaga. Kelompok sel tersebut bertindak sebagai sel penyaji antigen (antigen
presenting cell, APC) yang mensiagakan sistem kekebalan melalui sel T helper,
bahwa ada anti gen asing dalam tubuh. Sebagai contoh, sebuah makrofaga yang
telah menelan dan merusak bakteri mengandung fragmen kecil bakteri (peptida).
Sementara molekul MHC kelas II yang baru disintesis bergerak menuju permukaan
makrofaga, molekul itu menangkap salah satu diantara peptide bakteri itu dalam
lekukan pengikat antigennya dan membawanya ke permukaan, sehingga
memperlihatkan peptide asing itu ke sel T helper. Interaksi antara sel penyaji
antigen dengan sel T helpersemakin meningkat dengan kehadiran CD4. Interaksi
antara CD4 dengan molekul MHC kelas II membantu mempertahankan sel T helper dan
sel penyaji tetap menyatu, sementara aktivasi antigen yang berrsifat spesifik
sedang berlangsung.
Ketika
sel T helper diseleksi melalui kontak spesifik dengan kompleks MHC kelas II dan
antigenpada sebuah APC sel t helper akan memperbanyak diri dan berdiferensiasi
menjadi klon sel T helper yang diaktifkan dan sel T helper memori. Sel T helper
yang diaktifkan mensekresikan beberapa sitokin yang berbeda, yang merupakan
protein yang berfungsi untuk merangsang limfosit lain. Sebagai contoh sitokin
interleukin-2 (IL-2) membantu sel B yang telah mengadakan kontak dengan antigen
untuk berdiferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi. IL-2 juga
membantu sel T sitotoksik untuk menjadi pembunuh yang aktif. Sel T helper itu
sendiri patuh pada pengaturan oleh sitokin.
Sementara
makrofaga memfagositosis dan menyajikan antigen, makrofaga itu dirangsang untuk
mensekresi suatu sitokin yang disebut interleukin-1 (IL-1). IL-1 dalam kombinsi
dengan antigen yang disajikan, mengaktifkan sel T helper untuk menghasilkann
IL-2dan sitokin lain. Merupakan satu contoh uumpan balik positif adalah
peristiwa saat IL-2 yang disekresi oleh sel T helper juga akan merangsang sel
tersebut untuk memperbanyak diri lebih cepat lagi dan untuk menjadi penghasil
sitokin yang lebih aktif lagi.
Ketika sel T helper diseleksi melalui
kontak spesifik dengan kompleks MHC kelas II dan antigen pada sebuah APC sel t
helper akan memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi klon sel T helper
yang diaktifkan dan sel T helper memori. Sel T helper yang diaktifkan
mensekresikan beberapa sitokin yang berbeda, yang merupakan protein yang
berfungsi untuk merangsang limfosit lain.
Sebagai contoh sitokin interleukin-2 (IL-2)
membantu sel B yang telah mengadakan kontak dengan antigen untuk
berdiferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi. IL-2 juga membantu
sel T sitotoksik untuk menjadi pembunuh yang aktif. Sel T helper itu sendiri
patuh pada pengaturan oleh sitokin. Sementara makrofaga memfagositosis dan
menyajikan antigen, makrofaga itu dirangsang untuk mensekresi suatu sitokin
yang disebut interleukin-1 (IL-1). IL-1 dalam kombinsi dengan antigen yang
disajikan, mengaktifkan sel T helper untuk menghasilkann IL-2dan sitokin lain.
Merupakan satu contoh uumpan balik positif adalah peristiwa saat IL-2 yang
disekresi oleh sel T helper juga akan merangsang sel tersebut untuk
memperbanyak diri lebih cepat lagi dan untuk menjadi penghasil sitokin yang
lebih aktif lagi. Dengan cara ini sel T helper memodulasi respon kekebalan
humoral (sel B) maupun respon kekebalan yang diperantarai oleh sel (sel T
sitotoksik).
S
|
ebuah sel T sitotoksik, yang diaktifkan oleh kontak
spesifik dengan molekul MHC kelas I dan antigen pada sel yang terinfeksi atau
sel tumor dan dirangsang lebih lanjut oleh IL-2 dari sel T helper, yang
berdiferensiasi menjadi sel pembunuh yang aktif. Sel ini membunuh apa yang
disebut sel target terutama dengan cara pembebasan perforin, yaitu protein yang
membentuk pori atau lubang pada membran sel target. Karena ion dan air mengalir
ke dalam sel target, maka sel itu membengkak dan akhirnya lisis. Kematian
sel-sel yang terinfeksi itu bukan saja menghilangkan tempat bagi patogen untuk
bereproduksi tetapi juga memaparkannya ke antibodi yang sedang beredar,
sehingga menandainya untuk dibuang dan dihancurkan. Setelah merusak sel yang
terinfeksi, sel T sitotoksik terus bergerak membunuh sel-sel lain yang
terinfeksi dengan patogen yang sama.
B
|
anyak antigen dapat memicu respon
kekebalan humoral oleh sel B hanya dengan partisipasi sel T helper. Antigen
seperti ini disebut antigen yang bergantung pada sel T, dan sebagian besar
antigen, protein termasuk dalam jenis ini. Adapun proses pengahasilan antibodi
yang dilakukan oleh sel B yaitu:
1. Makrofaga menelan pathogen yang
masuk ke dalam tubuh
2. Fragmen antigen dari pathogen yang
dicerna sebagian lalu membentuk kompleks dengan protein MHC kelas II. Kompleks
ini kemudian diangkut ke permukaan sel, tempat kompleks tersebut disajikan ke
sel-sel lain milik system kekebalan.
3. Sel T helper dengan reseptor yang
spesifik untuk antigen yang disajikan itu berinteraksi dengan makrofaga dengan
cara berikatan dengan kompleks MHC dan antigen.
4. Sel T helper yang diaktifkan
kemudian berinteraksi dengan sel B yang telah menghancurkan antigen dengan cara
endositosis dan memperlihatkan fragmen antigen bersama dengan protein MHC kelas
II. Sel T helper mensekresikan IL-2 dan sitokin lain yang mengaktifkan sel B.
5. Sel B lalu membelah secara
berulang-ulang dan berdiferensiasi menjadi sel B memori dan sel plasma, yang
merupakan sel ecfektor yang mensekresi antibodi pada kekebalan humoral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar